Mahasiswa Bali Bersatu Kritik RKUHP: Rawan Intervensi Politik dan Ancam Kebebasan Sipil
Denpasar, Bali – Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Bali menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Bali pada hari Senin (15/05/2023) untuk menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR RI. Aksi ini merupakan bagian dari gelombang protes nasional terhadap RKUHP yang dinilai mengandung pasal-pasal kontroversial dan berpotensi mengancam kebebasan sipil serta rawan intervensi politik.
Dengan membawa spanduk dan bendera organisasi mahasiswa, para demonstran menyampaikan orasi secara bergantian, menyoroti berbagai poin krusial dalam RKUHP yang dianggap bermasalah. Mereka berpendapat bahwa RKUHP, alih-alih memperbarui hukum pidana yang sudah usang, justru menghadirkan pasal-pasal karet yang mudah disalahgunakan untuk membungkam kritik dan membatasi hak-hak fundamental warga negara.
"RKUHP ini bukan solusi, tapi justru masalah baru. Pasal-pasal di dalamnya sangat rentan digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat sipil, jurnalis, aktivis, dan bahkan mahasiswa yang kritis terhadap pemerintah," ujar I Gusti Ayu Made Surya, koordinator aksi dari Universitas Udayana, dalam orasinya.
Sorotan pada Pasal-Pasal Kontroversial
Salah satu poin utama yang menjadi sorotan mahasiswa adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, lembaga negara, serta simbol-simbol negara. Mereka menilai bahwa pasal-pasal ini terlalu luas dan ambigu, sehingga berpotensi digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan pejabat publik.
"Kami tidak ingin kembali ke era Orde Baru, di mana kritik dianggap sebagai penghinaan dan berujung pada penangkapan serta penahanan. Demokrasi seharusnya menjamin kebebasan berpendapat, bukan malah membungkamnya dengan pasal-pasal karet," tegas Surya.
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti pasal-pasal yang berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan, seperti pasal tentang perzinaan dan kohabitasi. Mereka berpendapat bahwa pasal-pasal ini terlalu jauh mencampuri ranah pribadi warga negara dan berpotensi diskriminatif terhadap kelompok minoritas.
"Urusan moralitas seharusnya menjadi urusan pribadi masing-masing individu. Negara tidak berhak untuk mengatur kehidupan pribadi warga negara dengan dalih moralitas," kata Komang Adi, perwakilan dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja.
Rentan Intervensi Politik
Mahasiswa juga menyoroti potensi intervensi politik dalam proses penyusunan dan pengesahan RKUHP. Mereka khawatir bahwa RKUHP akan digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik tertentu, terutama menjelang Pemilu 2024.
"Kami melihat ada indikasi kuat bahwa RKUHP ini akan digunakan sebagai alat politik untuk membungkam lawan-lawan politik dan mengamankan kepentingan penguasa. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi kita," ujar Gede Arya, perwakilan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Mereka mendesak DPR RI untuk lebih transparan dan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas dalam proses pembahasan RKUHP. Mereka juga meminta agar pasal-pasal yang kontroversial dan berpotensi mengancam kebebasan sipil dicabut atau direvisi secara mendalam.
Tanggapan DPRD Provinsi Bali
Aksi unjuk rasa mahasiswa ini diterima oleh perwakilan dari DPRD Provinsi Bali. Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Made Suwardana, menyatakan bahwa pihaknya akan menampung aspirasi mahasiswa dan menyampaikannya kepada DPR RI.
"Kami memahami kekhawatiran mahasiswa terkait RKUHP ini. Kami akan sampaikan aspirasi ini kepada DPR RI agar menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembahasan RKUHP," ujar Suwardana.
Namun, Suwardana juga mengimbau mahasiswa untuk tetap tenang dan tidak melakukan tindakan anarkis. Ia meminta agar mahasiswa terus mengawal proses pembahasan RKUHP secara kritis dan konstruktif.
Aksi Lanjutan dan Seruan Nasional
Mahasiswa Bali berencana untuk terus menggelar aksi unjuk rasa dan kegiatan sosialisasi lainnya untuk menolak RKUHP. Mereka juga menyerukan kepada seluruh mahasiswa dan masyarakat sipil di Indonesia untuk bersatu dan menolak RKUHP.
"Kami tidak akan berhenti sampai RKUHP ini benar-benar dibatalkan atau direvisi secara mendalam. Kami akan terus berjuang untuk mempertahankan kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia," tegas Surya.
Aksi unjuk rasa mahasiswa di Bali ini merupakan bagian dari gelombang protes nasional terhadap RKUHP. Berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, jurnalis, dan aktivis, juga turut menyuarakan penolakan terhadap RKUHP.
Analisis dan Implikasi
Penolakan terhadap RKUHP oleh mahasiswa Bali dan elemen masyarakat sipil lainnya menunjukkan adanya kekhawatiran yang mendalam terhadap potensi ancaman terhadap kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia. RKUHP, yang seharusnya menjadi instrumen untuk memperbarui hukum pidana, justru dinilai mengandung pasal-pasal yang represif dan berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik.
Jika RKUHP disahkan tanpa adanya perbaikan yang signifikan, hal ini dapat berdampak buruk terhadap iklim demokrasi di Indonesia. Kebebasan berpendapat dan berekspresi akan terancam, dan masyarakat sipil akan semakin sulit untuk mengkritik pemerintah dan pejabat publik. Selain itu, RKUHP juga berpotensi menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi, karena investor akan merasa tidak aman berinvestasi di negara yang hukumnya tidak jelas dan represif.
Oleh karena itu, penting bagi DPR RI untuk mendengarkan aspirasi masyarakat sipil dan melakukan revisi yang mendalam terhadap RKUHP. Pasal-pasal yang kontroversial dan berpotensi mengancam kebebasan sipil harus dicabut atau direvisi agar sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Pemerintah juga harus menjamin transparansi dan partisipasi publik yang luas dalam proses pembahasan RKUHP, sehingga RKUHP benar-benar mencerminkan kehendak rakyat dan bukan hanya kepentingan segelintir elite politik.
Kesimpulan
Aksi mahasiswa Bali menolak RKUHP adalah sinyal kuat bahwa masyarakat sipil Indonesia tidak akan tinggal diam jika kebebasan sipil dan demokrasi terancam. RKUHP harus direvisi secara mendalam agar tidak menjadi alat untuk membungkam kritik dan membatasi hak-hak fundamental warga negara. Masa depan demokrasi Indonesia ada di tangan kita semua.
Tidak ada komentar