Saumlaki, Kpktipikor.id – Proyek rehabilitasi berat ruang tunggu Kantor Syahbandar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Seira, Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, resmi terhenti. Pembangunan yang mulai dikerjakan sejak tahun 2013 itu kini terbengkalai dalam kondisi rusak parah. Minggu, (14/09/2025).
Mandeknya proyek tersebut dipicu persoalan lahan yang masih tercatat sebagai aset Pemerintah Desa Weratan dan belum ada pelepasan resmi. Akibatnya, pekerjaan tidak bisa dilanjutkan dan pelayanan yang diharapkan masyarakat pun ikut terhambat.
Sumber Internal media ini menjelaskan bahwa, Kondisi ini bertentangan dengan Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa yang mewajibkan adanya mekanisme pelepasan atau kerja sama resmi sebelum aset desa digunakan untuk kepentingan pembangunan.
Tanpa dasar hukum yang jelas, proyek ini rawan menimbulkan sengketa dan menghambat kelancaran pelayanan publik.
Selain masalah lahan, proyek rehabilitasi juga bermasalah karena tidak ditemukan papan nama di lokasi. Padahal, Perpres Nomor 54 Tahun 2010 junto Perpres Nomor 70 Tahun 2012 mengatur kewajiban pemasangan papan proyek sebagai bentuk transparansi penggunaan anggaran negara.
Ketiadaan papan nama menimbulkan tanda tanya publik terkait besaran anggaran, pihak pelaksana, hingga target penyelesaian proyek. Hal ini sekaligus mencoreng prinsip keterbukaan informasi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembangunan.
Bangunan ruang tunggu sebelumnya memang sudah berdiri di atas tanah milik desa. Namun, tanpa kejelasan pelepasan hak tanah, pemerintah desa mengambil sikap tegas untuk menghentikan jalannya proyek sementara waktu.
“Kami tidak ingin ada masalah baru. Tanah ini milik desa, dan masih tercatat sebagai aset Pemerintah desa Weratan sehingga harus ada proses pelepasan yang jelas,” tegasnya.
Langkah tersebut menurutnya dilakukan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan mencegah persoalan hukum di kemudian hari. Pemerintah Desa Weratan tidak ingin pembangunan strategis di wilayahnya justru menimbulkan konflik lahan yang berkepanjangan.
Mandeknya proyek ini menimbulkan sorotan publik. Ruang tunggu pelabuhan memiliki peran vital dalam menunjang pelayanan transportasi laut, aktivitas perdagangan ikan, dan kenyamanan masyarakat pengguna jasa pelabuhan.
Sejumlah warga mengaku kecewa karena proyek yang mereka harapkan dapat selesai tepat waktu justru terhenti di tengah jalan. Mereka berharap agar semua pihak terkait segera duduk bersama mencari solusi terbaik agar rehabilitasi ruang tunggu dapat dilanjutkan tanpa mengorbankan hak desa maupun kepentingan publik yang lebih luas.
“Jika polemik pelepasan tanah ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin proyek strategis tersebut terancam mandek permanen. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat Seira yang sangat membutuhkan fasilitas pelabuhan yang representatif untuk mendukung mobilitas dan roda perekonomian mereka,” pungkasnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai ada tidaknya koordinasi antara pemerintah desa, pihak pelaksana proyek, dan syahbandar sejak awal perencanaan. Hingga berita ini diterbitkan, pihak Syahbandar maupun instansi teknis terkait belum memberikan keterangan resmi terkait langkah penyelesaian polemik lahan tersebut. (Nik Besitimur)
Tidak ada komentar