Mahasiswa Bali Gelar Aksi, Tolak Asas Dominus Litis dalam RKUHAP: "Kembalikan Independensi Hakim!"
Denpasar, Bali – Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Bali menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi Bali, Denpasar, pada hari Senin (14/08/2023). Aksi ini dilakukan untuk menolak salah satu poin krusial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), yaitu asas dominus litis yang dinilai akan mengancam independensi hakim dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Pantauan di lapangan menunjukkan, massa aksi yang terdiri dari mahasiswa Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Universitas Hindu Indonesia, dan beberapa perguruan tinggi lainnya, mulai berkumpul sejak pukul 10.00 WITA. Mereka membawa spanduk dan poster bertuliskan berbagai tuntutan, di antaranya "Tolak Dominus Litis, Lindungi Independensi Hakim", "RKUHAP Jangan Jadi Alat Kekuasaan", "Hakim Bukan Corong Jaksa", dan "Revisi RKUHAP: Libatkan Partisipasi Publik yang Bermakna".
Asas Dominus Litis Tuai Kontroversi
Asas dominus litis, yang secara harfiah berarti "penguasa perkara", dalam konteks RKUHAP memberikan kewenangan yang sangat besar kepada jaksa penuntut umum dalam proses peradilan pidana. Jaksa tidak hanya berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan, tetapi juga memiliki kendali penuh atas arah dan jalannya persidangan. Kritikus menilai, asas ini akan menempatkan hakim dalam posisi yang kurang independen, karena terikat pada tuntutan dan arahan jaksa.
Koordinator aksi, I Gusti Ngurah Agung Dharma Putra, dalam orasinya menyampaikan bahwa penerapan asas dominus litis akan merusak sistem peradilan pidana yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip equality before the law (kesamaan di hadapan hukum).
"Asas dominus litis ini sangat berbahaya. Hakim seharusnya menjadi pihak yang netral dan independen, memeriksa fakta dan bukti secara objektif, serta memutuskan perkara berdasarkan hukum yang berlaku. Jika jaksa memiliki kendali penuh atas persidangan, bagaimana mungkin hakim bisa menjalankan fungsinya dengan adil?" tegas Dharma Putra dengan nada berapi-api.
Lebih lanjut, Dharma Putra menjelaskan bahwa asas dominus litis berpotensi membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan oleh jaksa. "Jika jaksa memiliki kewenangan yang terlalu besar, mereka bisa saja menekan hakim untuk memenangkan perkara tertentu, atau bahkan mengkriminalisasi orang yang tidak bersalah. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi dan supremasi hukum di negara kita," imbuhnya.
Kekhawatiran Akan Pelanggaran HAM
Selain mengancam independensi hakim, mahasiswa juga khawatir bahwa asas dominus litis akan berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM). Dalam sistem peradilan pidana yang ideal, terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan yang adil dan kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Namun, jika jaksa memiliki kendali penuh atas persidangan, hak-hak terdakwa bisa saja terabaikan.
"Kami khawatir, dengan adanya asas dominus litis, terdakwa akan semakin sulit mendapatkan keadilan. Jaksa bisa saja menggunakan kekuasaannya untuk menekan terdakwa, memanipulasi bukti, atau bahkan melakukan intimidasi. Ini tentu saja sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM yang kita junjung tinggi," ujar Ni Made Ayu Saraswati, salah seorang peserta aksi dari Universitas Warmadewa.
Ayu Saraswati juga menyoroti potensi diskriminasi dalam penerapan asas dominus litis. "Jika jaksa memiliki kewenangan yang terlalu besar, mereka bisa saja memilih-milih kasus yang akan ditangani secara serius, dan mengabaikan kasus-kasus lainnya. Ini tentu saja tidak adil, dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan," tambahnya.
Tuntutan Mahasiswa: Libatkan Partisipasi Publik dan Hapus Asas Dominus Litis
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah dan DPR RI. Pertama, mereka meminta agar pembahasan RKUHAP dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Mahasiswa menilai, selama ini proses penyusunan RKUHAP kurang melibatkan aspirasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan organisasi masyarakat sipil.
"Kami meminta agar pemerintah dan DPR RI membuka ruang dialog yang seluas-luasnya dengan masyarakat. RKUHAP ini adalah undang-undang yang sangat penting, karena akan mengatur seluruh proses peradilan pidana di negara kita. Oleh karena itu, penyusunannya harus dilakukan secara hati-hati dan melibatkan partisipasi dari semua pihak yang berkepentingan," kata I Kadek Agus Wirawan, mahasiswa Universitas Hindu Indonesia.
Kedua, mahasiswa menuntut agar asas dominus litis dihapus dari RKUHAP. Mereka berpendapat bahwa asas ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip peradilan yang adil dan independen. "Kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menghapus asas dominus litis dari RKUHAP. Asas ini sangat berbahaya dan berpotensi merusak sistem peradilan pidana kita," tegas Agus Wirawan.
Ketiga, mahasiswa meminta agar pemerintah dan DPR RI memperkuat independensi hakim. Mereka berpendapat bahwa hakim harus memiliki kebebasan untuk memeriksa fakta dan bukti secara objektif, serta memutuskan perkara berdasarkan hukum yang berlaku, tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak manapun.
Respon DPRD Bali
Aksi demonstrasi mahasiswa tersebut mendapatkan respon positif dari DPRD Provinsi Bali. Beberapa anggota dewan menemui massa aksi dan berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pemerintah pusat dan DPR RI.
"Kami sangat mengapresiasi aksi yang dilakukan oleh adik-adik mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa peduli terhadap isu-isu hukum dan keadilan di negara kita. Kami akan segera menyampaikan aspirasi adik-adik kepada pemerintah pusat dan DPR RI, agar RKUHAP yang dihasilkan nanti benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat," ujar I Wayan Suyasa, salah seorang anggota DPRD Bali yang menemui massa aksi.
Suyasa juga mengatakan bahwa DPRD Bali akan membentuk tim kajian untuk menelaah lebih lanjut mengenai RKUHAP, termasuk mengenai asas dominus litis. "Kami akan membentuk tim kajian yang melibatkan akademisi, praktisi hukum, dan perwakilan masyarakat sipil, untuk memberikan masukan kepada pemerintah pusat dan DPR RI mengenai RKUHAP ini," janjinya.
Aksi Akan Terus Berlanjut
Mahasiswa menegaskan bahwa aksi demonstrasi ini hanyalah permulaan. Mereka berjanji akan terus melakukan aksi serupa, bahkan dengan skala yang lebih besar, jika pemerintah dan DPR RI tidak mendengarkan aspirasi mereka.
"Kami tidak akan berhenti sampai tuntutan kami dipenuhi. Kami akan terus melakukan aksi demonstrasi, diskusi publik, dan kampanye di media sosial, untuk menyuarakan penolakan kami terhadap asas dominus litis dan mendesak agar RKUHAP direvisi secara transparan dan partisipatif," pungkas Dharma Putra.
Aksi demonstrasi berlangsung dengan tertib dan aman. Massa aksi membubarkan diri setelah menyampaikan tuntutan mereka kepada DPRD Bali. Namun, semangat perlawanan terhadap asas dominus litis dalam RKUHAP masih membara di kalangan mahasiswa Bali, dan mereka berjanji akan terus mengawal proses penyusunan undang-undang tersebut hingga aspirasi mereka didengar.
Tidak ada komentar