Medan 08 Agustus 2025.kpktipikor.id
Kota Medan tengah menghadapi krisis tata kelola pemerintahan di bawah kepemimpinan Wali Kota(Rico Waas)dan Wakil Wali Kota(Zakiyuddin Harahap),Maraknya bangunan liar tanpa izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bukan hanya menggerogoti Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga membuka ruang bagi praktik korupsi sistemik di birokrasi kota.
“Investigasi media mengungkap pola terstruktur yang melibatkan oknum di tingkat kelurahan,kecamatan,hingga dinas teknis,yang diduga memfasilitasi pembangunan ilegal dengan imbalan suap. Praktik “uang tutup mulut” ini menjadikan hukum sebagai alat tawar menawar dan melemahkan pengawasan resmi oleh Dinas Perkimcitaru Kota Medan.
Kasus menonjol terjadi di Jalan Asrama, Simpang Pondok Kelapa,di mana sebuah bangunan usaha berdiri tanpa izin PBG meski sudah dua kali mendapat surat pemberitahuan dan surat eksekusi dari Satpol PP. Anehnya, bangunan tersebut tetap berdiri kokoh dan hampir rampung, sementara pejabat terkait, termasuk Kepala Satpol PP Rakhmat Adisyah Putra, memilih bungkam dan enggan memberikan penjelasan.
“Pemilik bangunan yang diduga juga pemilik hotel ternama di Medan, seolah menguji keberanian pemerintah kota untuk mengeksekusi pelanggaran tersebut. Penundaan eksekusi tanpa alasan jelas menimbulkan dugaan kuat adanya intervensi dan permainan uang di balik layar.
Pengamat tata kelola pemerintahan, Shohibul Anshor Siregar dari UMSU, menyebut fenomena ini sebagai “governance failure” yang mencerminkan pembiaran sistemik oleh pejabat daerah. Ia menilai lemahnya penegakan hukum merupakan hasil hubungan patron-klien antara pengusaha dan birokrat yang merugikan publik dan merusak integritas tata kelola pemerintahan.
“Ketika kapital swasta menguasai birokrasi, aturan menjadi komoditas yang diperjualbelikan. PAD yang seharusnya masuk ke kas daerah justru bocor ke kantong pribadi,” tegas Siregar.
Ia juga menyoroti dugaan korupsi struktural atau state capture, di mana kebijakan publik dikendalikan oleh elite tertentu demi keuntungan pribadi.
“Penundaan eksekusi bangunan ilegal meski dokumen tidak lengkap adalah contoh nyata pembajakan regulasi,” ujarnya.
Untuk mengatasi krisis ini, Siregar merekomendasikan tiga langkah strategis: pertama, audit menyeluruh dan publikasi daftar bangunan dengan izin PBG yang sah; kedua, evaluasi dan rotasi pejabat yang terbukti lalai atau terlibat praktik korupsi; ketiga, pembentukan lembaga pengawas tata ruang independen yang melibatkan akademisi, jurnalis, arsitek, dan masyarakat sipil.
“Tanpa kepemimpinan yang tegas dan integritas tinggi, Medan akan terus terjebak dalam siklus pembiaran dan korupsi yang merugikan rakyat banyak,” pungkasnya.
Masyarakat Kota Medan kini menaruh harapan besar pada Wali Kota Rico Waas dan Wakilnya untuk segera membersihkan birokrasi dari praktik transaksional dan menegakkan aturan demi terciptanya pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
(Sandi/Team)
Kaperwil Sumut
Tidak ada komentar