Maluku (Tanimbar) kpktipikor.id – Desa Wabar, Kecamatan Wuarlabobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, kembali menjadi sorotan publik menyusul mencuatnya dugaan skandal dana desa, nepotisme, dan pengelolaan anggaran yang tidak transparan. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 765.300.000, memicu gelombang kritik dari masyarakat yang menuntut keadilan dan akuntabilitas pemerintahan desa.
Tokoh masyarakat, Yeri Filimditi dan Falens Batilmurik, mengungkap kepada wartawan bahwa struktur pemerintahan desa diduga kuat dikuasai oleh kelompok keluarga Kepala Desa, mulai dari Ketua BPD yang adalah ponakan kandung, bendahara yang merangkap Plt Sekretaris Desa, hingga Sekdes yang direkomendasikan anak mantu.
“Ini bukan sekadar konflik internal, tapi bentuk nyata pembunuhan demokrasi di tingkat desa. Jabatan publik berubah menjadi urusan keluarga,” ujar Yeri dengan nada tegas.
BUMDes Diduga Jadi Alat Kepentingan Keluarga
Masalah nepotisme juga menyeret Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Falens menyatakan, setelah pengurus BUMDes dipilih secara terbuka, struktur itu dibekukan dan dikuasai oleh kerabat dekat Kepala Desa.
“BUMDes berubah jadi perusahaan keluarga. Lalu, siapa yang bertanggung jawab terhadap uang rakyat?” kata Falens.
Jejak Penyelewengan Dana Desa: Dari BLT Hingga Proyek Fiktif
Berdasarkan temuan warga, dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2021 senilai Rp 16 juta yang seharusnya diberikan kepada warga terdampak pandemi justru digunakan untuk kebutuhan pribadi Pemdes. Bukti tersebut ditemukan dalam catatan keuangan oleh guru TK/PAUD.
Rincian Dugaan Penggunaan BLT Tahun 2021:
Makan minum 7 orang Pemdes: Rp 295.500
Map dan 2 bungkus rokok: Rp 100.000
Pengembalian pinjaman di Saumlaki: Rp 6 juta
BBM: Rp 1 juta
Perjalanan dinas: Rp 8,5 juta
Total: Rp 16 juta
Tak hanya itu, berikut data dugaan penyimpangan dana lainnya:
Anggaran Pilkades 2021: Rp 100 juta
Jambore PKK 2022: Rp 27 juta
3 Unit Bagan 2022: Rp 180 juta
Gaji eks anggota BPD 2022: Rp 36,5 juta
Bagan Pribadi 2024: Rp 125 juta
Pinjaman BUMDes oleh Kades 2025: Rp 15 juta
Pembangunan Perumahan (ditarik 3 juta per rumah): Rp 39 juta
BLT 2022 tidak disalurkan ke 63 warga dari total 98 penerima: Rp 226,8 juta
Selain itu, ditemukan kejanggalan administrasi dalam data penerima BLT 2022, di mana banyak NIK tidak sesuai KTP, memperbesar potensi kerugian negara.
Program Fiktif, Musyawarah Desa Ditiadakan Tiga Tahun
Warga juga menyoroti proyek pipanisasi tahun 2023 yang mangkrak. Ketua Pemuda Desa Wabar mengungkap, program air bersih tersebut tak pernah dinikmati warga. Bahkan, musyawarah desa untuk laporan pertanggungjawaban tahunan (LKPPD) tak pernah digelar selama tiga tahun terakhir.
“Kami merasa dibodohi. Proyek fiktif, hak warga dirampas, dan desa dikelola sesuka hati,” kata Ketua Pemuda Wabar dengan nada kecewa.
Warga Tuntut Penegakan Hukum, Hentikan Nepotisme
Yeri dan Falens mendesak Inspektorat, Kejaksaan, dan Kepolisian segera turun tangan menyelidiki kasus ini. Mereka menolak desa dijadikan ladang kekuasaan keluarga dan menuntut transparansi, partisipasi publik, serta penegakan hukum tanpa tebang pilih.
“Kami tidak anti pemerintah desa. Kami menolak penyimpangan. Jangan biarkan hukum lumpuh hanya karena kami tinggal jauh dari kota,” pungkas Yeri.
Tidak ada komentar