Bupati Tanimbar Tabrak Aturan, Warga Perumkus Bomaki Diusir demi Kekuasaan

waktu baca 3 menit
Rabu, 18 Jun 2025 14:09 32 Kaperwil Maluku

Saumlaki, kpktipikor – Aksi unjuk rasa besar-besaran pecah di Kantor DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada Rabu sore, setelah puluhan warga dari Perumahan Khusus (Perumkus) Bomaki dipaksa mengosongkan rumah yang telah mereka tempati bertahun-tahun.

Pengusiran tersebut diduga kuat merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh Bupati Ricky Jauwerissa yang dianggap menabrak aturan perundang-undangan.

Warga bersama organisasi kemasyarakatan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Pemuda Katolik menggeruduk Kantor DPRD, menuntut keadilan atas tindakan relokasi paksa yang dinilai tidak manusiawi dan melawan hukum.

Mereka meminta DPRD segera memanggil Bupati, Wakil Bupati, dan Sekretaris Daerah untuk dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan tersebut.

Menurut Godelifa Angwarmase, salah satu tokoh perempuan yang menyampaikan orasi, ia menjelaskan relokasi ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan justru bertentangan dengan regulasi nasional tentang hak atas hunian masyarakat berpenghasilan rendah.

“Warga Perumahan Khusus Bomaki ini direlokasi tanpa SK pengalihan, tanpa sosialisasi yang adil, dan jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Ini bukan relokasi, ini pengusiran!” tegas Godelifa Angwarmase dalam orasinya.

Ia juga menuding Bupati melakukan kebijakan sepihak demi kepentingan kekuasaan dan bukan demi kepentingan publik.

“Rumah-rumah yang dibangun dengan dana negara untuk rakyat kecil kini hendak dialihkan untuk proyek elite lokal. Ini bukan saja penghinaan terhadap rakyat miskin, tapi juga bentuk nyata dari arogansi kekuasaan,” lanjutnya.

Warga yang tinggal di Perumkus Bomaki mengaku telah menempati rumah-rumah tersebut sejak diserahkan oleh pemerintah pusat melalui program rumah khusus untuk masyarakat terdampak bencana dan relokasi kawasan pesisir.

Namun, hingga kini mereka telah menerima SK Bupati sebelumnya Petrus Fatlolon, SH., MH sebagai bukti pengakuan hak hunian, padahal hal itu merupakan kewajiban pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 19 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri PUPR No. 20/PRT/M/2017.

Para pendemo juga menilai tindakan ini mencerminkan kegagalan total Bupati Ricky Jauwerissa dalam menata kawasan permukiman yang inklusif dan adil.

Massa menuntut agar DPRD membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran administratif dan penyalahgunaan wewenang.

Angwarmase mengaku trauma akibat surat pengosongan yang dikirim tanpa peringatan terlebih dahulu.

“Kami ini bukan binatang, masa rumah yang sudah kami rawat dan tempati mau direbut kembali tanpa alasan yang jelas? Anak-anak kami sekolah di sini, hidup kami di sini,” keluhnya sambil menangis.

Aksi massa sempat memanas saat sejumlah personel keamanan hendak membubarkan orasi. Namun massa tetap bertahan dan meminta agar DPRD segera membuka ruang audiensi terbuka dan transparan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Bupati maupun pihak Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Ketua DPRD dijadwalkan akan menggelar rapat pimpinan untuk merespons tuntutan massa dalam waktu dekat. (Frets)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA