Garut, kpktipikor.id – Belakangan ini, menjadi sorotan publik terkait maraknya PKBM di wilayah Pakenjeng yang diduga memalsukan peserta didik (siswa fiktif), tidak tercapainya jam belajar tatap muka, dan ada dugaan terjadi transaksi jual beli ijazah dengan nominal tertentu.
“Dilihat dari jumlah peserta didik yang dilaporkan ke Dapodik, rata-rata setiap PKBM tidak sesuai dengan jumlah murid yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di setiap PKBM. Periksa dan teliti saja, tidak akan ditemukan peserta didik melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai jumlah yang dilaporkan di Dapodik. Dugaannya, para pengelola PKBM hanya mengeruk dana yang digelontorkan pemerintah saja,” ungkap Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya kepada awak media.
Menurutnya, anggaran bantuan yang digelontorkan pemerintah membuat para oknum pengelola PKBM justru berlomba-lomba mencari orang untuk bisa dimasukkan jadi peserta didiknya. Pasalnya, semakin banyak peserta didik, maka PKBM akan mendapatkan lebih banyak kucuran dana BOSP Kesetaraan.
“Dana BOSP untuk keseteraan Paket A mencapai Rp1,3 juta. Untuk Paket B sebesar Rp1,5 juta, dan Paket C sebesar Rp1,8 juta,” begernya pula.
Padahal, katanya, adanya PKBM adalah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan akses pendidikan. Terutama kepada pemuda putus sekolah, agar mendapatkan keseteraan ijazah.
“Namun peluang tersebut justru dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi lewat anggaran BOP yang disediakan pemerintah,” ujarnya miris.
Sumber juga menyebutkan, bahwa PKBM Nur Dzatullah yang berada di Kp. Pondok Saluyu Rt 01/RW 03, Desa Jayamekar, Kecamatan Pakenjeng, berdasarkan informasi dari Dapodik Kementerian Pendidikan, memiliki sebanyak 90 Peserta Didik (PD), 5 Ruang Kelas, 4 Rombel, dan 1 Guru.
Namun fakta dilapangan, PKBM Nur Dzatullah, hanya memiliki 2 Ruang Kelas. Bahkan ironisnya, 1 Ruang Kelas pun tidak terlihat ada fasilitasnya, walau hanya bangku untuk kegiatan belajar mengajar. Benar-benar tidak ada satu walau kelaspun. Selain itu, tidak pula ditemukan aktifitas kegiatan belajar mengajar.
Kepala sekolahh PKBM Nur Dzatullah mengaku, bahwa untuk mendapatkan anggaran pembangunan sekolah pun terasa sangat sulit.
“Ini juga saya bangun pake uang pribadi saya,” tutur Kartini, yang mengaku sebagai Kepala Sekolah PKBM tersebut.
Menurut Kartini, PKBM tempatnya mengajar itu banyak menerima peserta didik dari berbagai daerah.
“Karena saya kasian ketika anak-anak yang harusnya masih layak mempunyai legalitas ijazah,” ujarnya.
Ditanya soal sistem pembelajaran di PKBM Nur Dzatullah Kp. Pondok Saluyu, Kartini menyebut bahwa PKBM Nur Dzatullah membentuk beberapa Kelompok Belajar, ada yang secara tatap muka di ruang kelas yang disediakan dan ada juga pembelajaran melalui lewat online.
(Yogi setiawan) kabiro garut
Tidak ada komentar