Pontianak, kpktipikor.id – Skandal proyek fiktif senilai Rp1,3 miliar di Kalimantan Barat mencuat setelah publik menemukan tidak adanya jalan akses gudang oli bekas yang diklaim dikerjakan Dinas Perkim. Proyek yang dilelang pada 2021 itu kini dipersoalkan karena tidak pernah terlihat wujudnya, sementara uang negara diduga sudah raib.
Tender proyek pun sejak awal penuh kejanggalan. Dari 58 perusahaan yang mendaftar, hanya tiga perusahaan yang benar-benar memasukkan penawaran. Pemenang tender, CV. Juara Jaya Anantara, hanya unggul tipis sekitar Rp40 juta dari HPS. Situasi ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik tender settingan.
Publik mulai mempertanyakan proyek ini sejak 14 Agustus 2025. Informasi mengenai lokasi dan progres pembangunan tidak ditemukan, bahkan warga sekitar mengaku tidak pernah melihat adanya pengerjaan jalan menuju gudang oli bekas. Hingga kini, badan jalan yang dimaksud tidak terlihat sama sekali.
Eks Kabid Cipta Karya Dinas Perkim sekaligus PPK proyek, Ya.M. Ridwan, ST.MM yang kini menjabat Sekretaris BPBD Kalbar, sempat membela diri. Ia mengklaim proyek jalan tersebut sudah dikerjakan dan bahkan digunakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) saat membangun gudang oli bekas.
Namun, klaim itu justru dibantah tegas oleh Kepala DLH Kalbar, Ir. Adiyani, MH. Ia menyatakan DLH tidak pernah menerima proyek itu. “Tahun 2021 kami tidak ada program pembangunan jalan,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pengusulan pembangunan jalan menuju lokasi gudang baru diajukan dalam APBD Perubahan 2025.
Dua pejabat berbeda instansi dengan dua pernyataan yang saling bertolak belakang membuat publik semakin bingung. Yang pasti, fakta di lapangan menunjukkan tidak adanya proyek pengurugan jalan yang nilainya mencapai miliaran rupiah tersebut.
Tim investigasi media kemudian menelusuri langsung lokasi yang disebut-sebut sebagai proyek pengurugan. Hasilnya mencengangkan: tidak ditemukan badan jalan, hanya tanah becek menyerupai rawa dengan rumput liar yang menutupi kiri kanan lokasi. Bekas urugan atau pengerasan tanah sama sekali tidak tampak.
Lebih ironis lagi, gudang oli bekas yang diklaim sebagai tujuan pembangunan jalan justru terlihat terbengkalai. Bangunan itu kosong tanpa aktivitas, semakin menguatkan dugaan bahwa proyek Rp1,3 miliar hanyalah kamuflase untuk menguras uang negara.
Modus semacam ini bukan hal baru. Dugaan korupsi dengan proyek siluman atau fiktif sudah sering mencuat di berbagai daerah. Tender yang tidak sehat, proyek tanpa hasil, dan pejabat yang saling lempar tanggung jawab menjadi pola klasik praktik korupsi.
Seorang aktivis LSM di Pontianak angkat bicara. “Ini jelas penjarahan uang negara. Rp1,3 miliar lenyap tanpa hasil. Aparat jangan tutup mata, siapa pun pejabat yang terlibat harus diproses hukum!” tegasnya.
Skandal ini menimbulkan desakan agar aparat penegak hukum segera bertindak. Kejaksaan Tinggi Kalbar, Mabes Polri, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan untuk membongkar kasus ini. Publik menunggu, apakah hukum berani menyentuh para pelaku proyek siluman atau justru membiarkan korupsi terus merajalela di Kalbar.
Fakta bahwa uang rakyat bisa hilang hanya dengan selembar dokumen tender menjadi catatan serius. Proyek jalan tidak ada, gudang terbengkalai, pejabat saling berkelit. Pertanyaannya: jika ini bukan korupsi, lalu apa namanya? (Tim/Red)
Tidak ada komentar