Menghidupkan Desa Binaan, Dakwah Tak Hanya di Kota

waktu baca 4 menit
Selasa, 14 Okt 2025 11:59 65 Admin Pusat

Tapaktuan 14 Oktober 2025 Kepala KUA Tapaktuan, Donni, S.Ag., menekankan bahwa penyuluh agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam memberdayakan masyarakat. Mereka bukan sekadar pengajar atau penceramah, tetapi juga menjadi ujung tombak dakwah yang langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat di akar rumput.

Melalui pendekatan yang santun dan pembinaan yang berkelanjutan, penyuluh agama berperan membawa nilai-nilai Islam agar hidup dan membumi dalam perilaku sehari-hari umat.

Dengan bimbingan yang tepat, masyarakat tidak hanya memahami ajaran agama secara tekstual, tetapi juga mampu mengamalkannya dalam kehidupan sosial.

Nilai-nilai seperti kejujuran, kerja sama, tanggung jawab, dan kepedulian sosial dapat tumbuh dan menjadi bagian dari budaya masyarakat. Inilah wujud nyata dakwah bil hal—dakwah melalui tindakan—yang menjadi landasan kuat bagi pembangunan moral dan spiritual di tingkat desa.

Pembagian wilayah binaan yang dilakukan oleh Kepala KUA Tapaktuan juga menunjukkan sistem kerja yang terarah. Setiap penyuluh memiliki tanggung jawab khusus sesuai karakteristik wilayahnya.

Misalnya, Hartati membina Desa Gunung Kerambil dan Air Berudang; Fendra mendampingi Desa Lhok Ketapang dan Hilir; Leny Parsia fokus di Desa Padang; Zurnalis membina Jambo Apha, Tepi Air, dan Hulu; Husna bertugas di Pasar dan Lhok Bengkuang; sementara Fakhrur Mubarak membina Desa Lhok Bengkuang Timur, Batu Itam, dan Panjupian.

Adapun penulis sendiri mendapat amanah di wilayah yang cukup jauh dari pusat kota, yakni Desa Panton Luas, Lhok Rukam, dan Air Pinang.

Jarak dan medan tidak menjadi penghalang untuk menjalin silaturrahmi dengan masyarakat. Setiap perjalanan menuju desa binaan selalu membawa makna spiritual tersendiri.

Alhamdulillah, komunikasi yang baik dengan perangkat gampong membuat kegiatan penyuluhan berjalan hangat. Seperti saat kunjungan ke Desa Lhok Rukam, kami disambut penuh keakraban oleh perangkat desa, Pak Darma, dan Imam Chik Tgk. M. Arif. Kegiatan diawali dengan shalat Maghrib berjamaah di Masjid Raudhatul Ihsan, lalu dilanjutkan ke TPA Al-Wustha yang diasuh oleh Ustadz Sastra Sagala, ayah dari M. Ariyes Fatwa Sagala.

TPA Al-Wustha telah berdiri puluhan tahun yang lalu dengan bangunan yang sederhana namun mempunyai makna perjuangan. Santriwan dan santriwati belajar Al-Qur’an dengan semangat tinggi,
meski sarana masih terbatas.

Mereka haus akan ilmu agama, dan di situlah hakikat dakwah sejati terlihat — bukan pada kemewahan tempat, tetapi pada ketulusan niat dan keberkahan amal.

Keterlibatan aktif para penyuluh di desa-desa tersebut menjadi bukti nyata komitmen KUA Tapaktuan dalam menghadirkan layanan keagamaan yang inklusif dan merata. Dengan kerja sama yang baik antara penyuluh, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan lokal, diharapkan akan lahir masyarakat yang berakhlak mulia, mandiri, dan berdaya saing, namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam.

Pemberdayaan masyarakat melalui peran penyuluh agama sejatinya adalah investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa. Ketika masyarakat memiliki pemahaman agama yang benar dan mampu menginternalisasikannya dalam kehidupan, maka terciptalah lingkungan sosial yang harmonis, religius, dan produktif.

Inilah bentuk nyata kontribusi KUA dan para penyuluh agama dalam membangun peradaban yang berlandaskan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Allah SWT berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ ۝١٢٥

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
(QS. An-Nahl [16]: 125)

Ayat ini menjadi pedoman bagi para penyuluh agama: berdakwah dengan kebijaksanaan, ketulusan, dan kasih sayang. Dakwah di desa bukan tentang siapa yang paling pandai berbicara, melainkan siapa yang paling sabar menanam nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat.

Rasulullah SAW juga bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau satu ayat.”
(HR. Bukhari)

Hadits ini diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm As Sahmiy.

Hadis ini menegaskan bahwa dakwah tidak mengenal batas tempat maupun waktu.

Satu ayat yang disampaikan dengan ikhlas bisa menjadi cahaya bagi banyak hati yang gelap. Begitu pula dengan para penyuluh yang setia hadir di desa binaan, mereka adalah perpanjangan tangan dakwah Rasulullah di era modern.

Melihat semangat santri di TPA Al-Wustha, muncul harapan agar pemerintah daerah dan para pemangku kebijakan memberi perhatian lebih terhadap sarana dan prasarana pendidikan Al-Qur’an.

Program Maghrib Mengaji yang telah dicanangkan Pemerintah Aceh Selatan perlu terus digalakkan, terutama di desa-desa binaan.

Peningkatan sarana pembelajaran Al-Qur’an adalah investasi jangka panjang bagi lahirnya generasi Qur’ani yang berakhlakul karimah.

Kehadiran penyuluh agama di tengah masyarakat desa bukan sekadar tugas kedinasan, tetapi panggilan dakwah dan amanah spiritual. Mereka hadir untuk membangun kesadaran beragama, menumbuhkan semangat ibadah, dan memperkuat ketahanan moral umat.

Karena sejatinya, membangun desa binaan adalah membangun peradaban dari akar — dari tempat di mana cahaya Islam tumbuh dan menyinari seluruh penjuru negeri.

 

Penulis: Muhammad Ali Akbar, S.Pd.I., M.Pd.I

Penyuluh Agama Islam KUA TAPAKTUAN

EDITOR
@ WIRA TAPAKTUAN 1984 TIPIKOR

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA