Maluku, kpktipikor.id – Dunia pendidikan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan praktik tidak etis oleh salah satu tenaga pendidik di SMA Negeri 12 Larat, Kecamatan Tanimbar Utara. Oknum guru berinisial ZK diduga menyita telepon genggam (HP) milik sejumlah siswa dan meminta uang sebesar Rp100 ribu per unit sebagai syarat pengembalian.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa peristiwa tersebut telah terjadi berulang kali dan menimpa lebih dari satu siswa. Proses pemulangan HP disebut tidak melalui mekanisme resmi sekolah, melainkan melalui perantara guru lain berinisial ES.
“Ada beberapa anak yang mengalami hal serupa. HP mereka disita, lalu diminta menebus dengan uang. Ini mencederai rasa keadilan dalam dunia pendidikan,” ujar salah seorang orang tua siswa, yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah seorang siswa yang juga pengurus OSIS secara tidak sengaja menyita HP temannya dan menyerahkannya kepada guru ZK. Namun, alih-alih mengikuti prosedur sekolah, guru yang bersangkutan justru dikabarkan memanfaatkan momen tersebut untuk meminta uang sebagai tebusan pengembalian barang pribadi siswa.
Beberapa wali murid mengaku kecewa dan menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk tekanan psikologis terhadap peserta didik. Salah satu orang tua menyebut anaknya dipaksa meminta uang ke rumah demi mendapatkan kembali HP yang disita.
“Anak saya merasa dipermalukan. Ia disuruh minta uang ke rumah untuk menebus HP. Ini bukan pembinaan, tapi tekanan yang tidak pantas dilakukan seorang guru,” ungkapnya.
Pihak keluarga korban bahkan menyebut insiden ini sebagai bentuk “pemerasan berkedok pendidikan”, dan mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap etika profesionalisme tenaga pendidik di sekolah tersebut. Beberapa siswa pun menyampaikan keresahannya, mengaku tidak lagi merasa aman membawa HP ke sekolah.
“Kami takut, bukan karena melanggar aturan, tapi takut diminta bayar untuk ambil HP. Rasanya seperti dipalak,” ungkap seorang siswa.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi yang disampaikan oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 12 Larat. Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Tanimbar juga masih belum mengeluarkan tanggapan terkait laporan tersebut.
Namun demikian, sumber internal di lingkungan sekolah menyebut bahwa kasus ini telah menjadi perhatian serius dan tengah dibahas oleh pihak dewan guru untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
“Kami tidak akan mentolerir praktik yang tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan. Jika terbukti, tentu akan ada sanksi,” ujar seorang pejabat pendidikan yang enggan disebutkan namanya.
Pihak keluarga siswa terdampak menyatakan tengah mempertimbangkan langkah hukum dan mendorong agar aparat penegak hukum serta pemerintah daerah segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh.
“Ini sudah menyangkut keselamatan psikologis anak-anak kami. Jangan biarkan dunia pendidikan ternoda oleh oknum yang menyalahgunakan kewenangannya,” tegas pihak keluarga korban.
Sebagai institusi yang memiliki peran strategis dalam pembentukan karakter, sekolah seharusnya menjadi ruang yang aman, nyaman, dan mendidik. Segala bentuk penyimpangan perilaku oleh tenaga pendidik tidak hanya melanggar kode etik, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan itu sendiri.
Tidak ada komentar