Dugaan Asmara Guncang Sangliat Krawain: Ketua BPD Polisikan Penyebar Fitnah

waktu baca 3 menit
Kamis, 17 Jul 2025 15:33 29 Kaperwil Maluku

Maluku, kpktipikor.id – Dugaan kasus perzinaan yang menyeret nama Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sangliat Krawain, Simon Batlayeri, memicu kegaduhan publik dan mengancam stabilitas pemerintahan desa.  Isu liar yang menyebar melalui media sosial ini belum terbukti secara hukum, namun telah memantik tekanan politik dan keresahan sosial di Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kamis (17/7)

Kisruh Berawal dari Tuduhan Sepihak dalam Situasi Tak Lazim

Kisah bermula pada 30 Mei 2025, ketika Ketua BPD diminta ke rumah salah satu perangkat desa, FA, untuk membicarakan urusan keluarga. Namun hanya berselang tiga menit, suami FA yang dalam keadaan mabuk tiba-tiba datang, menuduh perselingkuhan, dan mencoba menyerang Ketua BPD dengan senjata tajam (parang). Beruntung, insiden kekerasan itu dapat dihindari.

Peristiwa tersebut justru berkembang menjadi isu panas di media sosial, dengan narasi tak terverifikasi yang menyudutkan Ketua BPD. Nama Kaliktus Titirlolobi disebut sebagai salah satu penyebar utama informasi dugaan perselingkuhan melalui akun Facebook-nya.

Fitnah atau Fakta? Kepentingan Politik Diduga Bermain

Meski tanpa bukti sah, desakan agar Ketua BPD dicopot dari jabatannya mulai menggema. Sejumlah pihak menduga kuat bahwa narasi dugaan asusila ini dijadikan alat pembunuhan karakter, berkaitan dengan manuver politik menjelang agenda penting desa.

“Ini bukan sekadar isu moral. Ini sudah menjadi alat untuk menjatuhkan seseorang demi kepentingan kekuasaan,” ungkap salah satu tokoh masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Langkah Hukum: Ketua BPD Tempuh Jalur UU ITE

Menolak tunduk pada tekanan dan merasa difitnah, Simon Batlayeri resmi melaporkan Kaliktus Titirlolobi ke Polsek Wertamtian atas dugaan pelanggaran UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat (3), serta Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.

“Saya tidak akan tinggal diam. Ini adalah soal harga diri, integritas, dan kehormatan jabatan. Biarkan hukum yang membuktikan,” tegas Simon dalam keterangannya.

Pemerintah Kecamatan Didesak Bertindak Tegas dan Netral

Kendati begitu, Untuk meredam eskalasi konflik sosial, Camat Wertamtian telah memanggil sejumlah pihak terkait, untuk melakukan klarifikasi. Namun hingga berita ini diturunkan, media belum mendapatkan pernyataan resmi dari Camat.

Warga berharap pemerintah kecamatan bersikap netral dan transparan, serta tidak terjebak dalam tekanan politik atau opini publik yang belum berdasar. “Pemerintahan desa jangan sampai lumpuh hanya karena gosip yang belum teruji secara hukum,” ujar seorang warga.

Refleksi Publik: Hati-Hati Memainkan Narasi di Era Digital

Kasus di Sangliat Krawain menjadi cermin nyata tentang bahaya penyebaran informasi yang belum terverifikasi. Di era digital, fitnah dapat menyebar lebih cepat dari kebenaran, dan karakter seseorang bisa hancur dalam hitungan jam oleh narasi yang didesain untuk menjatuhkan.

Salah satu Tokoh Adat di Tanimbar menekankan pentingnya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah serta menyerahkan proses pembuktian kepada aparat penegak hukum.

Kesimpulan: Stabilitas Desa Tak Boleh Dikorbankan oleh Fitnah dan Kepentingan Pribadi

Skandal ini bukan hanya soal moralitas, tetapi tentang bagaimana fitnah dapat dipolitisasi untuk mengguncang tatanan desa. Pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat dituntut untuk bersikap objektif, adil, dan berani melawan manipulasi informasi.

Jangan biarkan desa hancur oleh gosip. Biarkan hukum berbicara. Kebenaran tak butuh sensasi,” tutup tokoh adat setempat.

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA