Persimpangan Moral dalam Dunia Pendidikan

waktu baca 3 menit
Minggu, 19 Okt 2025 13:56 4 Admin Pusat

Tapaktuan 19 Oktober 2025 Lembaga pendidikan kini seolah berada di persimpangan antara menegakkan aturan dengan tegas atau menuruti tekanan dari pihak-pihak yang memiliki jabatan dan pengaruh.

Banyak kasus menunjukkan bahwa orang tua atau wali murid yang memiliki kedudukan strategis di daerah kerap menggunakan kekuasaannya untuk mengubah atau melemahkan aturan yang telah ditetapkan. Situasi ini menimbulkan krisis wibawa di lingkungan pendidikan dan mengaburkan makna keadilan yang seharusnya menjadi prinsip dasar lembaga tersebut.

Padahal, setiap aturan dibuat bukan untuk mengekang, melainkan untuk membentuk karakter dan menanamkan nilai disiplin.

Ketika aturan bisa dinegosiasikan karena jabatan atau status sosial, maka peserta didik belajar bahwa kekuasaan lebih kuat dari nilai keadilan.

Inilah awal runtuhnya karakter bangsa dari akar yang paling dasar.

Mengapa Intervensi Terjadi

Intervensi kekuasaan terhadap lembaga pendidikan sering muncul karena lemahnya kesadaran moral sebagian masyarakat terhadap makna keadilan.

Jabatan atau status sering dianggap sebagai alat untuk mendapatkan perlakuan istimewa, termasuk dalam urusan pendidikan anak.

Mentalitas seperti ini menjauhkan dunia pendidikan dari nilai-nilai kejujuran dan kesetaraan.

Akibatnya, guru dan pengelola lembaga pendidikan sering kali serba salah:

jika tegas, dianggap melawan penguasa; jika lunak, dianggap tidak berintegritas.

Padahal, pendidikan adalah proses yang berlandaskan prinsip moral universal. Dalam Islam, keadilan dan ketegasan adalah fondasi utama dalam mendidik.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.”
(QS. An-Nisa [4]: 135)

Ayat ini menegaskan pentingnya keadilan yang tidak boleh dikompromikan, bahkan terhadap diri sendiri atau keluarga.

Prinsip ini seharusnya menjadi pegangan utama bagi semua pelaku pendidikan, baik lembaga maupun orang tua.

Sinergi Rumah dan Sekolah

Pendidikan sejati tidak akan berhasil tanpa sinergi antara lembaga pendidikan dan keluarga.

Didikan di sekolah adalah lanjutan dari pendidikan di rumah.

Ketika orang tua mencontohkan kepatuhan terhadap aturan, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang menghormati hukum dan etika.

Namun sebaliknya, jika orang tua justru menjadi pihak yang melanggar atau melemahkan aturan, maka nilai-nilai disiplin akan sulit tertanam.

Kerja sama yang harmonis antara lembaga pendidikan dan wali murid menjadi kunci keberhasilan pendidikan.

Keduanya harus saling mendukung dalam menegakkan nilai-nilai moral dan keadilan.

Lembaga tidak boleh goyah karena tekanan kekuasaan, dan orang tua harus menempatkan jabatan hanya sebagai amanah, bukan sebagai alat untuk mengatur lembaga.

Lembaga pendidikan harus tetap berpegang pada prinsip integritas.

Jangan sampai intervensi kekuasaan mencederai keadilan dan meruntuhkan wibawa dunia pendidikan.

Ketegasan dalam menegakkan aturan adalah bentuk pendidikan karakter yang sesungguhnya.

Integritas adalah napas lembaga pendidikan. Bila integritas hilang karena tekanan kekuasaan, maka pendidikan kehilangan arah.

Saatnya semua pihak kembali pada nilai dasar: bahwa pendidikan adalah tentang membentuk manusia yang jujur, adil, dan berakhlak mulia — bukan tentang siapa yang berkuasa, tetapi siapa yang mau belajar menegakkan kebenaran.

NARA SUMBER: Muhammad Ali Akbar, M.Pd.I

Akademisi bidang Pendidikan dan Penyuluh Agama Islam KUA TAPAKTUAN

@ EDITOR

@ WIRA TAPAKTUAN 1984 TIPIKOR

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA