Jakarta, kpktipikor.id -Dunia pers Indonesia hari ini berduka. Wina Armada Sukardi, wartawan senior, pakar hukum pers, pengajar penuh dedikasi, sekaligus penulis produktif, tutup usia pada Kamis (3/7) pukul 15.59 WIB di Jakarta. Almarhum wafat setelah menjalani perawatan intensif akibat serangan jantung.
Bagi insan pers, nama Wina Armada Sukardi bukan sekadar penulis berita. Ia adalah guru, sahabat diskusi, sekaligus penjaga marwah kemerdekaan pers di negeri ini. Pribadi bersahaja, selalu membuka pintu bagi siapa pun yang mau belajar, berbagi, atau sekadar bertukar pikiran.
Saya masih ingat jelas, tahun 2011, ketika mengikuti Training of Trainers Ahli Pers Dewan Pers, saya diuji langsung oleh beliau. Cara Bang Wina menyampaikan kritik begitu khas: tajam, mendalam, tetapi tidak pernah menjatuhkan. Kritiknya justru membangkitkan kepercayaan diri bahwa menjadi wartawan itu tugas luhur, bukan sekadar profesi biasa.
Momen yang paling saya kenang adalah ketika beliau secara pribadi mengirimkan buku “Menjadi Ahli Dewan Pers” ke rumah saya di Pekanbaru. Bagi saya, buku itu bukan sekadar hadiah, tetapi simbol kepercayaan dan amanah untuk menjaga marwah pers dengan pikiran jernih dan hati yang tulus.
Meski secara struktural Bang Wina tak pernah tercatat dalam organisasi Pro Jurnalismedia Siber (PJS), namun kehadirannya selalu terasa. Ia rutin berbagi rilis, menulis artikel, mengirimkan pesan singkat, atau sekadar menelpon untuk berdiskusi dengan para wartawan di berbagai daerah. Baginya, menjaga kebebasan pers adalah kerja bersama lintas institusi.
Bang Wina selalu menegaskan tiga pilar jurnalisme yang baginya mutlak: independensi, keberimbangan, dan kemerdekaan pers. Ia berdiri di garis depan ketika arus disinformasi, tekanan politik, dan kepentingan bisnis mencoba mereduksi idealisme wartawan.
Karya-karyanya mulai dari Wajah Hukum Pidana Pers, Hak Pribadi vs Kebebasan Pers, hingga Menjadi Ahli Dewan Pers, menjadi literatur abadi yang meneguhkan batas etik, hukum, dan profesionalisme.
Di mata kami, Bang Wina adalah jembatan. penghubung antara generasi senior dan junior, antara idealisme dan realitas, antara hukum dan etika. Ia menorehkan teladan bahwa profesi wartawan tak bisa dijalani setengah hati. Komitmen beliau menjadi suluh agar pers Indonesia tetap merdeka, bertanggung jawab, dan berpihak pada kebenaran.
Kini, Bang Wina telah tiada. Tetapi nilai-nilai yang ia titipkan akan terus hidup dalam setiap berita, setiap kalimat, setiap detak nurani jurnalis Indonesia yang menjunjung tinggi integritas.
Selamat jalan, Bang Wina.
Terima kasih atas setiap kalimat, kritik, dan doa yang kau titipkan untuk pers Indonesia.
Engkau pergi dalam damai, meninggalkan jejak yang tak akan pudar.
Keluarga Besar PJS
Mahmud Marhaba
Ketua Umum
(Petrus. L. Watkaat)
Tidak ada komentar