Turnamen Bergengsi, Aspirasi Tergadai: Aroma Korupsi di Balik DPRD TTS Cup II

waktu baca 2 menit
Kamis, 23 Okt 2025 20:04 12 Admin Pusat

SOE, kpktopikor.id -Di tengah jeritan warga Kuatae yang masih bertahan di GOR Nekmese tanpa kepastian tempat tinggal, para wakil rakyat di Kabupaten Timor Tengah Selatan justru larut dalam euforia Turnamen Tenis Meja DPRD TTS Cup II tahun 2025. Ironisnya, pesta olahraga yang digelar dengan penuh gegap gempita itu kini diselimuti aroma dugaan penyalahgunaan dana pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD.

Ketua Pemerhati Demokrasi Timor, Doni Tanoen, dengan tegas menuding bahwa kegiatan yang mendapat banyak pujian publik itu justru mengandung potensi korupsi terselubung. Ia menilai, ajang yang digadang-gadang sebagai bentuk kepedulian DPRD terhadap olahraga daerah, justru memperlihatkan wajah lain dari praktik penyalahgunaan wewenang.
“Kita minta KPK segera turun tangan memeriksa seluruh anggota DPRD TTS. Dugaan kami, dana Pokir yang mestinya lahir dari hasil reses justru disulap jadi turnamen olahraga. Reses di DPRD? Hasilkan tenis meja?” sindir Doni tajam.

Dony menyoroti secara khusus keterlibatan Sefriths Nau SN, anggota DPRD dari Dapil II, yang disebut menggunakan dana Pokir dapilnya untuk membiayai kegiatan di Dapil I—sesuatu yang secara etika maupun aturan patut dicurigai.

“Pokir Pak SN dari dapil dua, tapi turnamen digelar di dapil satu. Ini janggal dan sarat kepentingan pribadi. Kami menduga nama masyarakat dapil II dijual demi proyek dana Pokir yang dibungkus kegiatan olahraga berlabel DPRD,” ujarnya.

Padahal, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 menegaskan bahwa Pokir adalah wadah menampung aspirasi masyarakat untuk diolah menjadi program pembangunan oleh pemerintah daerah, bukan sumber dana pribadi atau organisasi. Bahkan pelaksanaannya harus berada di bawah tanggung jawab Organisasi Perangkat Daerah (OPD), bukan di tangan anggota dewan.

Namun faktanya, Turnamen DPRD TTS Cup II justru diselenggarakan oleh PTMSI TTS—organisasi yang diketuai langsung oleh Sefriths Nau. Kondisi ini mempertegas dugaan adanya konflik kepentingan, di mana jabatan publik dipakai untuk melanggengkan agenda pribadi.
“Pertanyaannya, aspirasi masyarakat yang mana yang meminta pertandingan tenis meja? Atau ini aspirasi 40 anggota DPRD sendiri?” sindir Doni.

Sementara di sisi lain, masyarakat yang menjadi dasar keberadaan dana Pokir masih bergulat dengan kesulitan hidup. Dony menyinggung ironi tajam di balik hiruk-pikuk turnamen itu:
“Warga Kuatae masih menunggu kepastian tempat tinggal di GOR Nekmese, tapi para wakilnya justru sibuk bertanding di GOR. Ini bukan hanya penyimpangan anggaran—ini pengkhianatan terhadap nurani rakyat.”
Pujian terhadap Turnamen DPRD TTS Cup II kini berubah menjadi cermin kebobrokan moral politik lokal.

Ketika dana aspirasi rakyat digunakan untuk kepentingan segelintir elit, maka yang tersisa hanyalah panggung pencitraan dengan aroma korupsi.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA