Skandal Korupsi di Desa Makatian: Warga Desak Inspektorat KKT dan DPRD Bertindak Tegas

waktu baca 3 menit
Sabtu, 7 Jun 2025 00:12 56 Admin KPK

Maluku, kpktipikor.id – Dugaan korupsi Pendapatan Asli Desa (PAD) Makatian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), terus menuai sorotan publik. Keterlambatan penanganan kasus oleh Inspektorat Daerah KKT menimbulkan kekecewaan warga yang mendambakan keadilan dan transparansi keuangan desa.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Inspektorat KKT, meski audit internal seharusnya sudah rampung maksimal 60 hari sesuai ketentuan. Warga pun mempertanyakan keseriusan aparat dalam menindaklanjuti kasus yang mencoreng tata kelola pemerintahan desa tersebut.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini soal keadilan dan masa depan desa kami. Kenapa Inspektorat bungkam, padahal DPRD sudah menyoroti?” ungkap seorang tokoh masyarakat Makatian, Sabtu (7/6/2025).

CSR Diduga Dikorupsi, Publik Tak Tahu Ujungnya

Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang menjadi penyumbang terbesar Pendapatan Asli Desa (PAD) Makatian diduga dikorupsi. Muncul informasi bahwa dana tersebut telah dikembalikan, namun tidak ada kejelasan sumber, besaran, atau sosialisasi kepada masyarakat.

“Kalau memang uangnya sudah dikembalikan, mana buktinya? Jangan-jangan ini hanya trik untuk mengaburkan kejahatan,” ujar seorang warga enggan disebut namanya.

Kuasa Hukum Pelapor Akan Desak Inspektorat KKT

Merespons ketidakjelasan penanganan kasus korupsi Desa Makatian, kuasa hukum pelapor menyatakan akan mendatangi Kantor Inspektorat KKT pada Selasa, 10 Juni 2025. Mereka menuntut transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih.

“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Apakah ada oknum yang sedang dilindungi?” sindir salah satu sumber internal desa.

Perbandingan dengan Desa Kamatubun: Dimana Keadilan?

Kasus ini menjadi semakin panas ketika dibandingkan dengan tindakan tegas terhadap mantan Kepala Desa Kamatubun yang diberhentikan meskipun memiliki bukti fisik penggunaan PAD seperti 10 sumur bor, balai kerohanian, dan mobil operasional.

Sebaliknya, di Desa Makatian, tidak ada laporan pertanggungjawaban, tidak ada bukti fisik realisasi anggaran, dan penggunaan dana CSR tidak tercantum dalam RKPDes maupun batang tubuh APBDes.

“Kalau Kades Kamatubun bisa diberhentikan, kenapa Kades Makatian masih aman-aman saja?” tanya narasumber dari warga.

Payung Hukum: UU Desa Jelas Atur Penegakan Hukum

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, jelas diatur bahwa Kepala Desa wajib transparan dan akuntabel (Pasal 26 Ayat 4c), serta dapat diberhentikan jika merugikan keuangan desa (Pasal 29 huruf e). Masyarakat juga berhak mendapatkan informasi dan mengawasi pembangunan desa (Pasal 68).

Seorang aktivis hukum desa menyebut, pengembalian uang tidak menghapus kejahatan moral dan hukum. Kepala desa yang terbukti menyalahgunakan wewenang telah kehilangan legitimasi di mata rakyat.

Desakan Masyarakat: Hukum Harus Tegak Tanpa Pandang Bulu

Tokoh masyarakat mendesak DPRD KKT dan Inspektorat untuk berhenti bersembunyi di balik retorika. Mereka ingin tindakan nyata, bukan janji manis.

“Ini bukan sekadar soal uang desa, tapi soal harga diri dan masa depan anak cucu kami. Kalau ini dibiarkan, rakyat bisa kehilangan kepercayaan pada negara,” tegas salah satu warga.

Ujian Integritas Lembaga Pengawas dan DPRD KKT

Kasus korupsi CSR Desa Makatian adalah cerminan rapuhnya pengawasan lokal. Ini menjadi ujian serius bagi integritas Inspektorat KKT dan DPRD. Apabila kasus ini terus dibiarkan tanpa kejelasan hukum, bukan hanya uang rakyat yang lenyap, tetapi juga kepercayaan publik terhadap keadilan dan supremasi hukum.

Redaksi

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA