Maluku, kpktipikor.id – Rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar kembali mencoreng integritas pemerintahan daerah. Dugaan kuat praktik SK siluman, pemalsuan dokumen, hingga penyalahgunaan kewenangan oleh oknum DPRD KKT, kini menjadi sorotan nasional dan membuka peluang pelaporan ke aparat penegak hukum.
Rekrutmen PPPK KKT Dituding Sarat Kecurangan dan Nepotisme
Sejumlah tenaga honorer asli daerah yang telah mengabdi selama bertahun-tahun mengaku tersingkir dari seleksi PPPK tahap kedua. Ironisnya, sejumlah nama yang tidak pernah bekerja sebagai honorer di instansi pemerintahan justru terakomodir lewat jalur kekuasaan dan pengaruh politik, diduga kuat atas intervensi oknum anggota DPRD.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, ini sudah masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum,” tegas Lartutul, mantan anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar sekaligus praktisi hukum, Jumat (11/07).
SK PPPK Fiktif: Indikasi Pemalsuan Dokumen Negara
Lanjut Lartutul, perintah dari oknum anggota DPRD kepada instansi untuk menerbitkan SK PPPK fiktif bagi individu yang tidak pernah mengabdi di daerah merupakan bentuk nyata pemalsuan dokumen negara. Terlebih lagi, pengakuan terkait hal ini telah disampaikan secara terbuka dalam rapat paripurna DPRD KKT.
“Jenis deliknya jelas, yakni menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik. Bila SK itu diterbitkan tanpa dasar yang sah, maka unsur pidana terpenuhi,” ungkapnya.
Menurut Lartutul, perbuatan ini juga berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal penyalahgunaan kewenangan demi keuntungan pribadi atau kelompok, dan merugikan keuangan negara.
KPK: Praktik Jual Beli Jabatan PPPK Merusak Birokrasi Daerah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berulang kali mengingatkan bahwa jual beli jabatan ASN maupun PPPK, termasuk nepotisme dan suap dalam rekrutmen, merupakan akar korupsi paling masif di tingkat daerah. Oleh karena itu, proses seleksi PPPK seharusnya dilaksanakan secara transparan, adil, dan profesional, tanpa campur tangan politik.
Lartutul mengingatkan, para honorer yang telah memenuhi syarat administrasi dan tercatat di Badan Kepegawaian Negara (BKN) justru disingkirkan, sementara individu tanpa rekam jejak pengabdian bisa lolos karena “orang dalam”.
“Kalau faktanya tidak pernah mengabdi lalu tiba-tiba jadi PPPK, itu pelanggaran hukum. Dan ini tidak bisa ditolerir,” tegasnya.
Laporan Polisi Didorong, Bantuan Hukum Gratis Disiapkan
Menyikapi ketidakadilan ini, Lartutul membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat yang menjadi korban untuk melapor ke Kepolisian maupun Kejaksaan. Ia menyatakan siap mendampingi secara pro bono (gratis) bagi siapa pun yang ingin menempuh jalur hukum.
“Saya berdiri untuk rakyat Tanimbar. Silakan datang, saya siap dampingi. Ini bukan soal pribadi, ini soal nasib masa depan birokrasi daerah,” ujarnya.
Janji Palsu dan Ilusi: Masyarakat Diharap Tak Diam
Dikonfirmasi lebih lanjut, Lartutul mengungkapkan bahwa banyak tenaga honorer takut melapor karena dijanjikan akan diakomodir pada perekrutan berikutnya. Ia menyebut janji itu sebagai ilusi yang menyesatkan.
“Jangan biarkan Kabupaten Kepulauan Tanimbar hanya jadi milik segelintir orang yang merusak sistem. Saatnya masyarakat bersatu, lawan praktik kotor ini. Jangan diam, suara rakyat adalah senjata utama keadilan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar