Ratusan Warga Polongbangkeng Hadang Panen Tebu PTPN

waktu baca 2 menit
Minggu, 24 Agu 2025 23:13 45 Wakaperwil Maluku

Takalar, KPKTipikor.id – Ratusan warga Polongbangkeng menghadang aktivitas panen tebu milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di lokasi AA 4567, Kelurahan Parang Luara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Minggu (24/8/2025). Aksi tersebut dipicu oleh konflik agraria berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan terkait status kepemilikan tanah yang kini dipanen.

Warga menegaskan bahwa mereka tidak akan menghalangi panen apabila lahan tersebut tidak termasuk dalam area yang mereka klaim. Namun, mereka keberatan jika tebu ditebang di atas lahan yang dianggap sebagai hak milik atau tanah adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.

“Silakan tebang jika lahan itu bukan milik kami. Tapi yang kami klaim jangan dulu ditebang sebelum ada penyelesaian dari pemerintah,” ujar salah seorang warga dengan nada tegas di hadapan aparat dan pihak perusahaan.

Dalam aksi itu, kepolisian dari Polres Takalar dan Polsek Polongbangkeng Utara diterjunkan untuk melakukan pengamanan. Aparat berusaha menjaga agar tidak terjadi bentrokan langsung antara warga dan pihak PTPN di tengah panasnya situasi.

Basri, salah seorang anggota aparat Polres Takalar, mengatakan bahwa kehadiran polisi bersifat netral untuk memastikan jalannya aktivitas panen tanpa insiden kekerasan. “Setelah penebangan selesai, silakan tandai milik kalian masing-masing,” ucapnya.

Pernyataan tersebut justru memicu keraguan warga. Mereka mempertanyakan apakah setelah dilakukan pematokan, pihak PTPN benar-benar tidak lagi mengolah lahan yang diklaim masyarakat. Pertanyaan ini menggambarkan ketidakpercayaan yang mendalam antara warga dan perusahaan.

Hingga dini hari pukul 01.00 WITA, aparat kepolisian masih berjaga di lokasi untuk mengantisipasi bentrokan. Warga tetap bersiaga dan mendesak agar Pemerintah Kabupaten Takalar segera mengambil langkah penyelesaian konflik.

Salah satu alasan utama penolakan warga adalah masa Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki PTPN disebut-sebut telah habis. Mereka menilai, setelah habisnya masa HGU, lahan semestinya dikembalikan kepada masyarakat adat yang berhak.

Konflik agraria ini bukan hal baru di Takalar. Warga Polongbangkeng mengklaim bahwa lahan yang dikuasai PTPN sejak lama sejatinya adalah tanah adat mereka yang diambil alih secara tidak adil pada masa lalu.

Sebaliknya, pihak PTPN bersikukuh bahwa penguasaan lahan mereka sah, dengan dasar HGU yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Perbedaan klaim inilah yang menyebabkan konflik terus berlarut tanpa titik temu.

Masyarakat menegaskan tuntutannya agar pemerintah daerah, baik bupati maupun DPRD, tidak menutup mata atas sengketa ini. Warga menginginkan proses penyelesaian yang adil, transparan, dan berpihak pada hak rakyat kecil.

Pemerintah Kabupaten Takalar diharapkan segera turun tangan melakukan mediasi bersama pihak PTPN, aparat hukum, dan tokoh masyarakat setempat. Penyelesaian konflik agraria tersebut dinilai penting untuk menghindari eskalasi lebih besar yang bisa mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi di wilayah Polongbangkeng. (RM)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA