Saumlaki, kpktipikor.id – Gelombang kekecewaan dan kemarahan kini membuncah di kalangan tenaga honorer resmi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Mereka menilai Bupati Kepulauan Tanimbar, Ricky Jauwerissa, dan Sekretaris Daerah, Brampi Moriolkossu, SH gagal menjalankan komitmen moral dan tanggung jawab hukum dalam menyikapi skandal besar seleksi PPPK yang disusupi oleh para pemegang SK Siluman dan honorer siluman.
Sudah lebih dari dua minggu sejak bukti dan laporan terkait keberadaan honorer fiktif yang lulus seleksi PPPK tahap II mencuat ke publik, namun hingga kini belum ada satu pun tindakan konkret dari pimpinan daerah. Padahal, dugaan tersebut bukan sekadar isu liar. Sejumlah nama telah teridentifikasi sebagai pihak yang tidak pernah bekerja sebagai honorer di instansi mana pun, namun tiba-tiba muncul dalam daftar kelulusan PPPK, lengkap dengan SK yang diduga palsu dan dikeluarkan secara manipulatif.
“Kami bekerja bertahun-tahun dengan gaji tidak layak, bahkan kadang tak dibayar. Tapi begitu tes PPPK dibuka, malah orang-orang yang tidak pernah kelihatan di kantor, tiba-tiba lulus. Ini pelecehan terhadap dedikasi kami,” kata salah seorang peserta Seleksi PPPK Tahap 2 yang meminta Identitasnya dirahasiakan karena alasan keamanan.
Ia menyebut para honorer sejati kini merasa seperti tamu di rumah sendiri, dikalahkan oleh para ‘penumpang gelap’ yang dibekingi oleh oknum birokrasi yang bermain di balik layar.
Gelombang tekanan kini mengarah langsung kepada Bupati Ricky Jauwerissa. Para honorer secara terbuka menuntut agar Pemerintah Daerah segera menyurati Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian PAN-RB untuk memverifikasi ulang dokumen kepegawaian seluruh peserta PPPK dan mengusulkan pembatalan kelulusan terhadap peserta yang menggunakan SK siluman dan tidak pernah tercatat sebagai honorer resmi.
“Kami beri waktu. Jika tidak ada langkah tegas dari Bupati, maka aksi unjuk rasa besar-besaran tidak bisa kami bendung lagi. Ini bukan ancaman, ini adalah perjuangan harga diri,” tegasnya dengan nada emosi.
Para tenaga honorer mencurigai adanya keterlibatan sejumlah oknum pejabat dinas, ASN senior, dan bahkan beberapa oknum anggota DPRD dalam pembuatan dan distribusi SK palsu. Praktek ini diduga marak sejak tahun 2022, saat tenaga honorer yang telah dirumahkan tiba-tiba diberikan SK terbitan mundur agar bisa ikut dalam seleksi PPPK. Sumber internal menyebut, dalam beberapa kasus, SK terbitan 2021 dibuat mundur ke tahun 2018 agar sesuai dengan syarat masa kerja minimal.
“Ada Pimpinan SKPD, Kepala Bidang, kepala sekolah dan kepala puskesmas yang bisa kita datangkan jadi saksi. Mereka tahu siapa yang pernah kerja dan siapa yang hanya titipan,” ujarnya.
Merujuk pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, PP No. 49 Tahun 2018, serta Peraturan BKN No. 1 Tahun 2019, kelulusan PPPK dapat dibatalkan jika terbukti peserta menggunakan dokumen palsu atau tidak memenuhi syarat. Bahkan Permen PAN-RB terbaru (Nomor 347 hingga 349 Tahun 2025) menyebutkan secara eksplisit bahwa kelulusan dapat dianulir dengan rekomendasi BKN apabila ditemukan pelanggaran administrasi atau hukum.
Artinya, Pemerintah Daerah tidak bisa berlindung di balik alasan “sudah keluar SK pusat.” Pemerintah Kabupaten memiliki wewenang untuk melapor secara resmi dan mendorong BKN membatalkan kelulusan para honorer siluman.
Namun sejauh ini, Bupati Ricky Jauwerissa dan Sekda Brampi Moriolkossu, SH memilih bungkam. Tidak ada konferensi pers. Tidak ada pengumuman pembentukan tim verifikasi. Tidak ada surat ke BKN. Yang ada hanyalah diam-diam yang semakin memekakkan telinga publik.
“Jika bupati tidak segera bertindak, jangan salahkan rakyat jika mengambil alih ruang publik dan memaksa suara mereka didengar lewat aksi-aksi besar,”ungkapnya.
Situasi ini bisa menjadi preseden buruk bagi integritas birokrasi di Kepulauan Tanimbar. Jika SK palsu dibiarkan lolos tanpa perlawanan, maka ke depan, setiap jabatan akan bisa dibeli, dimanipulasi, dan dijadikan dagangan politik.
Kini, rakyat Tanimbar menunggu: Apakah Bupati Ricky Jauwerissa akan berdiri di sisi kebenaran dan keadilan, atau akan menjadi pemimpin yang diam di tengah kebusukan sistem? (*)
Tidak ada komentar