Polemik SMPN 2 Fordata: Delapan Siswa Tak Naik Kelas, Dugaan Pungutan Liar Mengemuka, Bupati Diminta Ambil Sikap Tegas

waktu baca 3 menit
Kamis, 14 Agu 2025 16:49 69 Kaperwil Maluku

Maluku, kpktipikor.id – Dunia pendidikan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, kembali disorot menyusul kebijakan SMP Negeri 2 Yaru, Kecamatan Fordata, yang tidak meluluskan delapan siswa ke jenjang kelas berikutnya. Keputusan ini diambil Plt Kepala Sekolah, Thomas Boki, dengan alasan ketidakhadiran siswa selama lebih dari 10 hari, mengacu pada kesepakatan awal antara pihak sekolah, pemerintah Desa Sofyanin dan Walerang, serta orang tua murid.

Namun, kebijakan tersebut menuai gelombang protes dari wali murid dan aktivis pendidikan. Mereka menilai sanksi ini tidak hanya mengabaikan prinsip pendidikan yang inklusif dan humanis, tetapi juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang menjamin hak setiap warga negara atas pendidikan dasar.

“Anak-anak tidak naik kelas hanya karena bolos lebih dari 10 hari. Tidak ada teguran atau komunikasi sebelumnya kepada kami sebagai orang tua,” tegas Engelbertha Saka, salah satu wali murid, kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).

 

Sorotan Pelanggaran Konstitusi dan Regulasi Nasional

Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2) yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Sejumlah pengamat menilai, pelaksanaan aturan kehadiran siswa semestinya disertai mekanisme pembinaan, asesmen remedial, dan pendekatan psikopedagogis, bukan sekadar hukuman administratif.

Salah satu aktivis pendidikan di Fordata menilai prosedur penerapan kebijakan tersebut cacat hukum karena kesepakatan awal tidak dituangkan dalam peraturan resmi melalui rapat koordinasi yang sah.

“Edaran resmi Bupati sudah jelas membatalkan segala bentuk kesepakatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kepala sekolah tidak bisa berlindung di balik dalih ‘kesepakatan’ untuk membenarkan tindakan yang melanggar aturan,” ujarnya.

Bupati Diminta Turun Tangan

Menyikapi situasi ini, para wali murid telah resmi melaporkan kasus tersebut kepada Bupati Kepulauan Tanimbar, Ricky Jauwerissa. Mereka mendesak pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen sekolah dan proses pengangkatan kepala sekolah.

“Analisis komprehensif harus dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tetap terjaga,” tegas para orang tua dalam laporan resmi.

Kepala Sekolah Bantah Pungutan Rp500 Ribu

Dikonfirmasi terpisah, Plt Kepala Sekolah SMPN 2 Fordata, Thomas Boki, mengakui adanya kebijakan tidak meluluskan delapan siswa tersebut, namun menegaskan bahwa keputusan itu merupakan hasil komitmen bersama yang disepakati di hadapan kepala desa setempat. Ia membantah adanya pungutan Rp500 ribu maupun kewajiban membawa kursi dan semen.

“Kami akan meninjau kembali keputusan ini setelah perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI,” ujarnya singkat.

 

Desakan Perbaikan Sistem Pendidikan di Daerah Terpencil

Kasus ini menjadi preseden penting bagi pembenahan sistem pendidikan di wilayah terpencil. Pengamat menilai, selain berpotensi merugikan masa depan siswa, kebijakan yang tidak sesuai regulasi dapat menurunkan citra dunia pendidikan Maluku di mata publik.

Penanganan yang cepat, tegas, dan berbasis regulasi diharapkan dapat mengembalikan fungsi sekolah sebagai tempat pembinaan generasi muda, bukan sebagai sumber beban psikologis bagi anak didik. Pemerintah daerah kini dihadapkan pada ujian integritas dalam memastikan setiap kebijakan pendidikan berpihak pada hak dan masa depan anak bangsa.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA