Piter Layan Pertanyakan Penempatan Pendamping Desa dan Pembiaran Eks Caleg Aktif di Lapangan

waktu baca 3 menit
Sabtu, 14 Jun 2025 17:56 33 Kaperwil Maluku

Saumlaki, kpktipikor.id – Seorang Tenaga Profesional Pendamping Desa (TPPD) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Piter Lean Layan, menyampaikan keprihatinannya terhadap belum adanya tindakan tegas dari pemerintah terkait keberadaan sejumlah eks calon legislatif (caleg) dan nama-nama yang tercatat dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon) partai politik, yang hingga kini masih aktif sebagai pendamping desa.

Dalam keterangannya kepada media, Piter mempertanyakan alasan di balik tidak diprosesnya pemberhentian para pendamping desa yang seharusnya secara etis dan administratif dinyatakan tidak netral dalam proses politik. Padahal, menurutnya, sudah ada keputusan dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang secara tegas melarang pendamping desa terlibat dalam kegiatan politik praktis, apalagi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

“Ini aneh. Kenapa orang-orang yang jelas-jelas pernah mencalonkan diri sebagai caleg dan namanya ada dalam Silon partai, tidak diproses dan tidak diberhentikan sesuai aturan? Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal etika profesional dan integritas pendamping desa,” tegas Piter.

Ia menambahkan, keberadaan TPPD yang terbukti berafiliasi politik akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap program pembangunan desa, serta membuka celah konflik kepentingan.

Ironisnya, di tengah kelesuan moral tersebut, Piter sendiri justru menjadi korban dari kebijakan pemetaan yang dinilainya tidak adil dan sarat kepentingan. Pada awal Juni 2025, ia dipindahkan dari Desa Seira tempat ia berdinas selama enam tahun dan berdomisili secara resmi ke Kecamatan Selaru, wilayah terpisah secara geografis, terpencil, dan sulit dijangkau.

“Saya baru pindah dari Fordata masuk Seira, tapi malah dipindah lagi ke Selaru. Ada orang yang tidak pernah pindah kenapa tidak mereka yang dipetakan ke tempat lain? Saya merasa ini lebih karena saya bersuara, bukan karena saya tidak kompeten,” ungkap Piter dalam pernyataan emosionalnya.

Pemindahan itu makin terasa sebagai bentuk hukuman sosial, mengingat kondisi geografis Selaru yang sulit, biaya hidup tinggi, dan fasilitas sangat terbatas. Sementara gaji pendamping desa hanya Rp2,4 juta per bulan, tanpa insentif tambahan untuk wilayah khusus.

Ia juga mengungkapkan bahwa tiga desa dampingan di Seira Weratan, Themin, dan Rumahsalut kini justru tidak memiliki pendamping sama sekali. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip kesinambungan program dan asas pemerataan.

“Yang kami perjuangkan adalah keadilan. Jangan karena saya vokal, saya dikorbankan. Harusnya sistem ini objektif, profesional, dan manusiawi,” ujarnya.

Piter mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar serta Kemendes PDTT untuk melakukan evaluasi menyeluruh, bukan hanya terhadap rekam jejak politik para pendamping desa, tetapi juga dalam kebijakan penempatan yang adil dan berdasarkan kapasitas.

“Kalau kita mau desa-desa maju, pendampingnya harus netral, berintegritas, dan penugasannya pun harus sesuai hati nurani dan nalar sehat. Jangan sampai politik balas dendam masuk dalam sistem pendampingan,” pungkasnya.

(Frets)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA