Menjalin Kasih dan Tanggung Jawab dalam Keluarga Isla

waktu baca 4 menit
Minggu, 26 Okt 2025 11:11 26 Admin Pusat

Tapaktuanmi 26 Oktober 2025 Membangun rumah tangga bukan sekadar menyatukan dua insan, melainkan menyatukan dua hati yang berkomitmen untuk saling memahami, mendukung, dan menumbuhkan cinta dalam bingkai ibadah kepada Allah SWT.

Rumah tangga yang bahagia lahir dari ketulusan dan kesungguhan kedua belah pihak dalam menjalankan perannya.

Dalam kehidupan rumah tangga, peran suami dan istri ibarat dua sayap burung yang harus bergerak seirama agar dapat terbang tinggi menuju kebahagiaan.

Suami tidak hanya bertugas mencari nafkah, tetapi juga menjadi pelindung, pembimbing, dan tempat sandaran bagi istri serta anak-anaknya. Ia adalah pemimpin yang membawa keluarganya menuju keselamatan dunia dan akhirat.

Ketika istri sibuk mengurus rumah tangga atau pekerjaan, suami dapat membantu sesuai kemampuan — baik dalam mengasuh anak, menyiapkan kebutuhan rumah, atau sekadar memberikan dukungan emosional yang menenangkan.

Ketulusan dan kesediaan suami untuk turun tangan bukan tanda kelemahan, tetapi bukti kematangan dan kasih sayang yang tulus.

Seorang ayah di rumah adalah pemimpin, teladan, sekaligus tempat anak-anak belajar tentang tanggung jawab dan disiplin. Namun, seorang ayah tentu memiliki kekurangan sebagaimana manusia pada umumnya.

Di sinilah peran istri sangat penting — ia menjadi penutup kekurangan suami di hadapan anak-anak. Jika kekurangan ayah atau ibu terlihat secara terang oleh anak, maka itulah yang akan mereka tiru.

Oleh sebab itu, saling menutupi aib, saling menguatkan, dan saling memuliakan pasangan adalah bentuk kecerdasan emosional dalam membina keluarga Islami.

Sebaliknya, istri memiliki peran yang tidak kalah penting. Ia menjaga suasana rumah tetap hangat dan nyaman, menjadi penenang dalam setiap kegelisahan, serta menjadi madrasah pertama bagi anak-anak.

Dari kelembutan seorang ibu, anak-anak belajar kasih sayang dan akhlak.

Dari keteladanannya, anak-anak mengenal arti kesabaran, keikhlasan, dan tanggung jawab. Sementara ayah menjadi sosok yang disegani — panutan kedisiplinan, kejujuran, dan keberanian.

Kerja sama antara ayah dan ibu bukan hanya soal pembagian tugas, tetapi juga tentang saling memahami, menghormati, dan menguatkan. Keluarga yang kokoh dibangun atas dasar saling tolong-menolong, komunikasi yang baik, dan niat yang lurus.

Bila keduanya berjalan beriringan dengan niat ibadah, maka rumah tangga akan menjadi tempat yang penuh berkah, rahmat, dan ketenangan.

Rasulullah ﷺ bersabda bahwa rumah yang diisi dengan zikir, salat, dan kasih sayang akan dipenuhi cahaya, sementara rumah yang jauh dari nilai-nilai tersebut akan terasa hampa, meski mewah sekalipun.

Kerja sama yang baik dalam rumah tangga sangatlah diperlukan agar kehidupan internal maupun eksternal keluarga tetap terjaga. Di dalam rumah, kerja sama akan melahirkan suasana harmonis dan saling menghargai.

Di luar rumah, keharmonisan itu akan tampak dalam sikap sopan, santun, dan akhlak mulia anak-anak.

Sebab anak-anak meniru apa yang mereka lihat, bukan sekadar apa yang mereka dengar. Maka, keteladanan orang tua adalah dakwah paling nyata di dalam rumah.

Keluarga Islami bukan hanya dibangun dengan cinta, tetapi juga dengan tanggung jawab.

Cinta membuat suami istri saling merindukan, sementara tanggung jawab membuat mereka saling bertahan. Keduanya menjadi pondasi yang kokoh untuk menghadapi ujian dan perbedaan yang pasti datang dalam setiap perjalanan rumah tangga. Allah SWT berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut.”
(QS. An-Nisā’ [4]: 19)

Ayat ini menegaskan pentingnya memperlakukan pasangan dengan kebaikan, kesabaran, dan kasih sayang. Rumah tangga yang dibangun di atas ma’ruf akan melahirkan keberkahan dan kedamaian.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.”
(HR. Tirmidzi, no. 3895)

Hadis ini mengajarkan bahwa ukuran kebaikan seorang muslim bukan pada banyaknya ibadah di luar rumah, melainkan bagaimana ia memperlakukan keluarganya dengan cinta, kesantunan, dan tanggung jawab.

Kesimpulan

Rumah tangga yang bahagia bukan berarti tanpa masalah, tetapi di dalamnya ada dua insan yang selalu berusaha saling memahami dan memperbaiki diri.

Suami menjadi pelindung dan pemimpin yang penuh kasih, istri menjadi penguat dan penenang dalam setiap keadaan. Keduanya berjalan bersama menuju ridha Allah, menanamkan nilai-nilai iman dan akhlak dalam diri anak-anak.

Ketika cinta dan tanggung jawab bersatu dalam bingkai ibadah, maka keluarga tersebut akan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah — rumah yang dipenuhi cahaya kasih sayang dan keberkahan.

NARA SUMBER

Muhammad Ali Akbar. M.Pd.I

Penyuluh Agama Islam KUA TAPAKTUAN

EDITOR

@ WIRA TAPAKTUAN 1984 TIPIKOR

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA