Mandailing Natal — Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KIP Sumut) secara resmi mengabulkan permohonan sengketa informasi publik yang diajukan Muhammad Amarullah terhadap Kepala Desa Pidoli Lombang, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal.
Putusan tersebut tercantum dalam Amar Putusan Nomor: 21/PTS/KIP-SU/VI/2025, yang dibacakan dalam sidang terbuka pada Rabu, 9 Juli 2025. Dalam amar putusannya, Majelis Komisioner memerintahkan Kepala Desa Pidoli Lombang untuk memberikan salinan APBDes Tahun 2024 kepada pemohon.
Permohonan informasi ini bermula sejak Januari 2025 ketika Amarullah mengajukan permintaan salinan dokumen APBDes serta laporan pertanggungjawaban kegiatan desa. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan undang-undang, tidak ada satu pun tanggapan dari pihak desa. Bahkan setelah Amarullah mengajukan surat keberatan pada Februari 2025, sikap diam tetap dipertahankan oleh Kepala Desa. Maka pada April 2025, sengketa pun diajukan ke Komisi Informasi.
Majelis Komisioner menyatakan bahwa permintaan informasi tersebut sah, patut, dan sesuai hukum, serta menegaskan bahwa Kepala Desa terbukti lalai dan melanggar kewajiban dalam menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.
“Ketika pemerintah desa bungkam terhadap permintaan informasi, itu adalah tanda bahaya bagi demokrasi di akar rumput. Dokumen APBDes adalah hak rakyat, bukan rahasia elite. Kalau disembunyikan, publik berhak curiga,” tegas Amarullah kepada wartawan usai sidang.
Lebih lanjut, Komisi Informasi juga menyatakan bahwa biaya penggandaan (fotokopi) informasi ditanggung oleh pemohon sesuai ketentuan yang berlaku. Amarullah menyatakan akan segera menyurati Kepala Desa untuk menindaklanjuti putusan tersebut dan menekankan bahwa apabila Kepala Desa kembali mengabaikannya, maka ia siap menempuh jalur hukum melalui pengadilan serta melaporkan dugaan maladministrasi kepada Ombudsman RI.
“Jika Kepala Desa tidak mengindahkan putusan Komisi Informasi, maka itu berarti secara terang-terangan mengangkangi peraturan perundang-undangan negara. Jika seorang Kepala Desa dengan sengaja melanggar hukum yang seharusnya ia tegakkan, masih pantaskah ia disebut sebagai seorang pemimpin?” ujar Amarullah dengan nada tegas.
Lebih jauh, ketidakpatuhan terhadap putusan KIP yang bersifat final dan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU No. 14 Tahun 2008, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH). Hal ini sejalan dengan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang merugikan orang lain dapat digugat secara hukum. Dalam hal ini, pemohon bisa menempuh jalur pengadilan untuk eksekusi putusan, atau melaporkan Kepala Desa ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi. Bila ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang, tidak menutup kemungkinan akan berujung pada proses hukum pidana.
Putusan ini menjadi preseden penting dalam mendorong budaya transparansi dan akuntabilitas di tingkat desa, terutama di tengah realitas meningkatnya alokasi dana desa dari pemerintah pusat. Ketertutupan terhadap informasi publik bukan hanya bentuk ketidakpatuhan hukum, melainkan juga penghinaan terhadap prinsip dasar pemerintahan yang bersih dan partisipatif.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, dokumen anggaran, pelaksanaan, dan laporan keuangan desa adalah informasi publik yang wajib diumumkan secara berkala dan terbuka. Tidak ada ruang bagi pemimpin desa yang takut diawasi oleh rakyatnya sendiri.(Tim)
Tidak ada komentar