Ketidakadilan & Lemahnya Administrasi BPD Wowonda: Pemberhentian Cacat Prosedur, Pengganti Terlantar Tanpa SK.

waktu baca 3 menit
Rabu, 23 Jul 2025 16:47 14 Kaperwil Maluku

Maluku, kpktipikor.id – Praktik pemberhentian dan pengangkatan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Wowonda, Kecamatan Tanimbar Selatan, membuka potret buram lemahnya tata kelola administrasi desa.

Terlepas dari itu, Keputusan pemberhentian mantan Sekretaris BPD dinilai cacat prosedur, sementara anggota pengganti dibiarkan menggantung tanpa SK resmi dan tanpa gaji sejak awal tahun.

Kasus ini mencerminkan ketidakadilan struktural dalam pengambilan keputusan pemerintahan desa, sekaligus membongkar lemahnya sistem birokrasi dalam menangani urusan penting menyangkut jabatan publik dan keuangan negara di tingkat desa.

Mantan Sekretaris BPD yang dinonaktifkan menyatakan belum pernah diberhentikan secara sah. Ia tidak pernah mengikuti rapat musyawarah BPD, tidak ada usulan resmi dari kepala desa, dan yang paling penting, tidak ada SK pemberhentian dari Bupati, sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 110 Tahun 2016.

“Saya diberhentikan begitu saja. Tidak ada sidang, tidak ada SK Bupati. Maka saya masih berhak atas gaji,” ujarnya.

Di sisi lain, anggota BPD yang ditunjuk sebagai pengganti justru menjadi korban dari lemahnya sistem. Ia telah bekerja sejak diangkat kerja, namun hingga kini tidak menerima hak keuangan karena tidak memiliki SK pengangkatan yang sah.

Inprosedural dan Berpotensi Melanggar Hukum

Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD, pemberhentian anggota BPD wajib melalui mekanisme musyawarah BPD, kemudian diajukan oleh kepala desa kepada Bupati/Wali Kota yang berwenang menerbitkan SK pemberhentian resmi. Tanpa SK tersebut, pemberhentian dianggap tidak sah.

Pengangkatan anggota baru pun harus mengikuti jalur serupa, yakni penetapan melalui SK Bupati. Jika tidak, maka status keanggotaannya tidak memiliki kekuatan hukum, dan yang bersangkutan tidak berhak menerima honorarium dari Dana Desa.

Ketua BPD: Ini Uang Negara, Bukan Main-Main

Ketua BPD Wowonda, Yosefina Saklaresi, saat ditemui media, menyampaikan bahwa dana untuk honor mantan sekretaris BPD, masih tertahan di bendahara. Ia menegaskan tidak akan mencairkan dana tersebut tanpa dasar hukum yang jelas.

“Ini uang negara. Harus berdasarkan aturan . SK belum keluar, jadi kami tidak bisa sembarangan bayar,” tegas Yosefina.

Ia menambahkan bahwa tidak adanya SK pemberhentian dan pengangkatan menyebabkan kerugian pada kedua belah pihak, baik mantan sekretaris maupun pengganti.

Ketidakadilan Struktural: Ketika Prosedur Diabaikan

Praktik seperti ini bukan hanya masalah administratif, tapi pelanggaran serius terhadap asas keadilan dan akuntabilitas dalam pemerintahan desa. Tanpa SK resmi dari Bupati, pemberhentian dan pengangkatan dianggap tidak sah. Hal ini mengakibatkan kekacauan dalam penyaluran Dana Desa, serta menimbulkan potensi konflik horizontal.

Pemkab Harus Turun Tangan

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar dituntut untuk segera menertibkan administrasi desa, memastikan bahwa setiap pengangkatan dan pemberhentian dilakukan sesuai aturan hukum, bukan berdasarkan kedekatan atau perintah sepihak. Keterlambatan ini bisa menjadi preseden buruk bagi desa-desa lain.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA