Saumlaki, kpktipikor.id – Pemerintah Australia menyoroti meningkatnya kasus pencurian teripang di perairan perbatasan Indonesia-Australia oleh sejumlah nelayan asal Kepulauan Tanimbar.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Alowesius Batkormbawa, mengungkapkan bahwa perhatian khusus ini menjadi alasan utama digelarnya kegiatan edukatif bersama otoritas perikanan kedua negara di Saumlaki.
Pernyataan itu disampaikannya seusai kegiatan “Kampanye Informasi PIC AFMA dan KKP 2025” yang digelar di Kompleks Pertokoan Tanimbar Raya, Pasar Lama Saumlaki, Rabu (4/6).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Otoritas Pengelolaan Perikanan Australia (AFMA) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI).
“Dua tahun terakhir ini, wilayah perairan sekitar Saumlaki menjadi buah bibir antara pemerintah Australia dan Kementerian Perikanan Indonesia karena banyaknya nelayan lokal yang pergi ke perbatasan untuk mengambil atau mencuri teripang secara ilegal,” ungkap Batkormbawa kepada sejumlah wartawan.
Masalah yang Mencuat di Perbatasan
Menurutnya, pencurian teripang yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh nelayan Tanimbar bukan hanya menjadi ancaman terhadap hubungan bilateral, tetapi juga berdampak langsung pada keselamatan para pelaku.
Australia dikenal sangat ketat dalam menjaga batas perairannya serta konservasi hayati laut, terutama spesies teripang yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar internasional.
“Pemerintah Australia sangat serius menjaga kelestarian teripang karena mereka tahu betul bahwa kerusakan ekosistem laut bukan hanya soal ekologi, tapi juga soal ketahanan ekonomi dan pangan mereka,” tegasnya.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, para nelayan diberikan pemahaman hukum internasional kelautan, batas-batas wilayah laut yang sah, serta potensi risiko hukum dan keselamatan jika memasuki perairan negara lain tanpa izin.
Edukasi dilakukan dalam bahasa yang mudah dimengerti dan disertai pemutaran video dokumenter mengenai patroli perbatasan Australia.
Tindakan Tegas Australia
Berdasarkan data yang dikumpulkan AFMA dan KKP, dalam dua tahun terakhir terdapat peningkatan signifikan aktivitas pencurian teripang di perairan utara Australia oleh kapal-kapal kecil berbendera Indonesia, termasuk dari Kepulauan Tanimbar.
Banyak dari kasus tersebut berakhir dengan penangkapan, penyitaan kapal, bahkan pemenjaraan nelayan di Australia.
“Ini bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tapi soal nyawa,” tegas Batkormbawa. Ia mengingatkan bahwa patroli maritim Australia dilengkapi dengan teknologi canggih dan berhak melakukan tindakan represif jika menemukan pelanggaran.
Menurutnya, para nelayan seharusnya berpikir panjang sebelum nekat mengarungi perbatasan demi mengejar keuntungan sesaat.
“Membidikkan dari perbuatan ini adalah menjajakan diri ke ancaman hukum dan juga mempertaruhkan nyawa. Jangan sampai hanya karena segenggam teripang, seorang ayah tidak kembali ke rumah,” katanya dengan nada serius.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Kegiatan sosialisasi ini menjadi bentuk upaya preventif pemerintah untuk menghentikan praktik ilegal ini sejak dari akarnya. Edukasi kepada pelaku perikanan, baik nelayan kecil maupun pengepul, dianggap sebagai langkah strategis dalam membentuk kesadaran kolektif demi menjaga ekosistem laut dan hubungan diplomatik antarnegara.
Batkormbawa juga menyampaikan bahwa Dinas Perikanan akan meningkatkan koordinasi dengan aparat keamanan laut serta menggandeng tokoh adat dan tokoh agama untuk turut memberikan penyuluhan kepada masyarakat pesisir.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Ini harus menjadi tanggung jawab kolektif antara pemerintah, nelayan, dan seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.
Ia berharap para nelayan di Kepulauan Tanimbar dapat mengambil pelajaran dari kegiatan ini dan memilih untuk beroperasi dalam wilayah yang sah dan sesuai regulasi.
“Laut adalah rumah kita bersama. Jika kita merusaknya, maka yang akan kehilangan adalah kita sendiri. Jangan sampai kita menjadi musuh bagi tetangga hanya karena tidak taat aturan,” pungkasnya.
Penulis (Frets)
Tidak ada komentar