Saumlaki, kpktipikor.id – Puluhan Warga di Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang tergabung dalam Forum Cinta Bumi Tanimbar (FCBT), Gerakan Pemuda Lima Satu Seira (GP51-Seira) turun ke jalan menuntut dihentikannya aktivitas penangkapan ikan ilegal oleh nelayan dari luar daerah di perairan Seira.
Aksi ini menyuarakan keprihatinan mendalam atas krisis ekologis dan ekonomi yang mengancam wilayah pesisir Tanimbar akibat maraknya penjarahan telur ikan terbang secara besar-besaran.
Para demonstran menyampaikan 22 tuntutan kepada pemerintah daerah, DPRD, dan aparat penegak hukum. Mereka menuntut tindakan tegas terhadap agen-agen dan kapal-kapal andon yang dinilai telah merampas hak hidup masyarakat pesisir.
Nikolas Frets Besitimur, tokoh pemuda Seira, menyatakan aksi ini lahir dari keputusasaan masyarakat terhadap lemahnya pengawasan dan keberpihakan pemerintah.
“Ini bukan hanya soal sumber daya, ini soal harga diri dan masa depan masyarakat adat Seira Blawat. Kapal-kapal asing itu datang dengan modal besar, merusak ekosistem laut, dan menghancurkan ekonomi lokal. Kami tidak akan tinggal diam!” tegasnya kepada wartawan.
Tuntutan FCBT, IKLAS dan Gerakan Pemuda Lima Satu Seira :
Dalam dokumen resmi yang dibacakan oleh Nikolas Frets Besitimur di ruang Paripurna DPRD Kepulauan Tanimbar, warga menuntut:
1. Penghentian total aktivitas penangkapan telur ikan terbang ilegal oleh kapal-kapal luar daerah di Laut Seira.
2. Penangkapan dan pengusutan semua agen andon yang mendatangkan kapal-kapal ilegal ke wilayah Seira.
3. Pemanggilan Haji Amin Lamusu dan kroni-kroninya Arsadi, Asri, Mulyanto, Puriadi, Heni Khotimah, Nadia, Lini, dan Latoi Kamaludin yang diduga kuat menjadi operator nelayan ilegal.
4. Penindakan tegas terhadap pelaku perusakan budidaya rumput laut milik warga Seira.
5. Pengusutan oknum aparat yang terlibat atau membekingi aktivitas ilegal tersebut.
6. Penolakan total terhadap kehadiran mafia laut dan jaringannya di Tanimbar.
7. Pembentukan Satuan Tugas Khusus Pengawasan Laut Seira yang melibatkan masyarakat lokal.
8. Penghentian penerbitan rekomendasi pelayaran dari pelabuhan mana pun untuk kapal ilegal ke Laut Seira.
9. Kewajiban bagi seluruh kapal luar daerah untuk memiliki dokumen lengkap seperti SIPI dan SIUP.
10. Pengakuan bahwa pemerintah desa dan masyarakat telah menjadi korban manipulasi izin oleh agen andon.
11. Penyegelan dan penyitaan seluruh alat tangkap ilegal di wilayah Seira.
12. Pengembalian hasil tangkapan telur ikan terbang yang dicuri kepada masyarakat adat.
13. Pemidanaan terhadap pemilik modal, pengendali, dan operator kapal ilegal.
14. Maksimalisasi peran TNI AL, Polairud, dan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam pengawasan rutin di Laut Seira.
15. Penguatan regulasi daerah terkait pengelolaan hasil laut secara adil dan berkelanjutan.
16. Pemberian kompensasi kepada petani rumput laut yang terdampak kerusakan akibat kapal-kapal besar ilegal.
17. Pemberlakuan moratorium penangkapan ikan terbang oleh kapal luar daerah hingga ekosistem pulih.
18. Pemulangan 109 kapal yang hanya memiliki SIUP tanpa SIPI ke daerah asal mereka.
19. Pembangunan tempat pelelangan ikan dan pusat ekspor telur ikan terbang untuk masyarakat lokal Seira.
20. Aktivasi fungsi pengawasan DPRD dan Dinas Perikanan dalam menjaga kedaulatan laut.
21. Pemberdayaan masyarakat pesisir melalui penyediaan alat tangkap dan fasilitasi legalitas andon lokal.
22. Pemeriksaan kesehatan menyeluruh terhadap nelayan andon legal dari luar daerah, termasuk tes HIV/AIDS, TBC, dan penyakit menular lainnya.
Dampak Serius di Lapangan
Masyarakat menyebutkan bahwa praktik ilegal ini telah menimbulkan kerugian besar. Selain merusak habitat telur ikan terbang, tali rakit budidaya rumput laut milik warga pun rusak akibat aktivitas kapal besar. Harga rumput laut anjlok, dan hasil tangkapan nelayan lokal terus menurun.
“Setiap hari mereka ambil ribuan butir telur ikan terbang tanpa kendali. Kita cuma bisa lihat dan menangis,” ujar Besitimur.
Ekosistem laut pun kian rusak. Terumbu karang hancur karena alat tangkap tak ramah lingkungan, dan spesies laut lain ikut punah karena eksploitasi berlebihan.
Pemerintah Diminta Jangan Tutup Mata
Lebih lanjut Besitimur mengatakan, UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Permen KP No. 36 Tahun 2023 dengan jelas mengatur larangan penangkapan tanpa izin serta larangan eksploitasi berlebih, apalagi di wilayah konservasi dan masa pemijahan.
Laut Seira sendiri berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718, yang mewajibkan kapal berizin resmi.
Dirinya menegaskan bahwa tuntutan ini akan terus disuarakan jika tidak ditindaklanjuti.
“Kami akan kawal terus sampai ke pusat. Bila perlu, kami duduki pelabuhan-pelabuhan yang masih memfasilitasi kapal ilegal. Ini perlawanan rakyat yang sah!”
Aksi ini bukan sekadar teriakan emosional, tetapi panggilan moral untuk menyelamatkan laut yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Tanimbar. Pemerintah diminta segera bertindak sebelum semuanya terlambat. Jika tidak, bukan hanya kekayaan laut yang hilang, tapi juga masa depan anak cucu di Kepulauan Tanimbar.
Aksi ini menuntut agar seluruh Kapal yang beroperasi di Perairan Seira, wajib memiliki SIPI agar mereka bisa setor pajak ke Daerah, retribusi ke Pemerintah Desa Seira untuk Pendapatan Asli Desa, serta pemberdayaan kepada masyarakat dan Pemuda di Seira Blawat untuk ekonomi dan pendapatan mereka.
“Jadi, ini kita tegas untuk seluruh Kapal wajib memiliki izin lengkap seperti SIPI dan Izin lain yang diamanatkan dalam Undang-Undang Perikanan, kita bukan desak untuk hentikan nelayan yang punya izin legal. Namun yang ilegal segera urus izin, jika tidak maka Dewan Pengawas Perikanan harus lakukan tindakan untuk memulangkan mereka ke daerah asal” Tutupnya.
Tidak ada komentar