Medan 23 Jul 2025. kpktipikor.id
Polemik bangunan tanpa izin di Jalan Ampera,Kecamatan Medan Helvetia,kian menyeret citra pemerintah Kota Medan ke jurang ketidak percayaan publik.
Meski telah dikeluarkan surat perintah pembongkaran,Serta diketahui bahwa bangunan belum memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),Aktivitas pembangunan terus berjalan tanpa hambatan,bahkan setelah permohonan izin dikembalikan oleh dinas terkait karena berkas belum lengkap.
“Fakta ini memperkuat dugaan adanya praktik pembiaran dan potensi suap yang melibatkan oknum di jajaran Pemerintah Kota Medan. Permohonan pembatalan eksekusi bangunan diketahui telah dikirimkan pemilik ke Satpol PP Kota Medan,Dan meskipun proses perizinan belum sah,Tidak ada tindakan tegas yang dilakukan.
Agus,orang kepercayaan pemilik bangunan,Mengaku hanya menjalankan tugas mengawasi pekerja.Sementara itu,Inspektur Pembantu Wilayah I (Irban I) Inspektorat Kota Medan,(Rini Afriyanti Hasibuan)Membenarkan adanya surat permohonan dari pemilik kepada Satpol PP. Namun, saat disinggung mengenai dugaan suap,Ia enggan berkomentar.
Negara Dalam Cengkeraman Patronase(Shohibul Anshor Siregar)Dosen sosiologi politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)Memberikan analisis tajam atas fenomena ini.Menurutnya,Kasus ini adalah bentuk nyata dari kegagalan tata kelola pemerintahan daerah (governance failure) yang sudah sangat akut.
“Fenomena ini tidak hanya bicara tentang pelanggaran administratif semata.Ini adalah bentuk konkret dari ‘permissive governance,yakni pembiaran struktural oleh otoritas yang seharusnya mengawasi dan menindak,” tegasnya.
“Shohibul Anshor Siregar,menyoroti hubungan antara pengusaha dan birokrat melalui perspektif teori patron-client dalam studi politik lokal.
“Ketika birokrasi disandera oleh pengaruh kapital swasta,maka aturan berubah menjadi negosiasi.PAD yang seharusnya menjadi hak publik malah bocor karena ada ‘patron’ yang dilindungi, dan ‘client’ yang tunduk karena kepentingan ekonomi atau politik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kegagalan kepala daerah dalam menegakkan compliance terhadap norma tata ruang adalah bentuk kelumpuhan fungsi negara lokal: regulasi, penegakan hukum, dan pelayanan publik.
Peluang Korupsi Struktural: State Capture.Pak Siregar juga mencurigai adanya jaringan relasi koruptif dalam kasus ini.Ia menyebutkan konsep state capture,Yaitu ketika kebijakan publik dikendalikan oleh kepentingan kelompok elite.
“Dugaan suap dan permohonan pembatalan pembongkaran yang tetap diproses meski dokumen belum lengkap adalah pola klasik state capture.Ini menunjukkan bahwa aktor negara bukan hanya lalai,tapi terlibat aktif dalam pembajakan regulasi untuk keuntungan kelompok tertentu,” katanya.
Tiga Langkah Solutif: Transparansi, Evaluasi, dan Partisipasi Publik
Sebagai solusi,Pak Siregar menekankan tiga langkah strategis yang harus segera diambil oleh Wali Kota Medan:
1. Transparansi dan Publikasi Proses PBG
Audit menyeluruh terhadap proses penerbitan izin bangunan harus dilakukan dan seluruh data terkait PBG wajib dipublikasikan di laman resmi pemerintah kota.
2. Evaluasi dan Rotasi Pejabat yang Bermasalah
PLT dan pejabat teknis yang terindikasi bermain mata harus dicopot dan diperiksa oleh Inspektorat serta aparat hukum, demi memutus moral hazard dalam birokrasi.
3. Mendorong Partisipasi Warga dalam Pengawasan
Dibentuknya Watchdog Komunitas Tata Ruang Kota yang terdiri dari akademisi, jurnalis, arsitek independen, dan masyarakat sipil sebagai pengawas aktif di lapangan.
Kepemimpinan Lemah, Demokrasi Lokal Terancam,Sebagai penutup,Pak Siregar memperingatkan bahwa kelemahan dalam kepemimpinan Wali Kota akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi lokal.
“Kalau pemimpin daerah tidak sanggup menegakkan hukum yang paling dasar, bagaimana bisa kita percaya bahwa dia mampu menjaga kepentingan rakyat dalam isu yang lebih besar seperti inflasi, pendidikan, dan krisis lingkungan?” pungkasnya.
Berita ini akan terus diperbarui sesuai perkembangan investigasi dan tanggapan resmi dari pihak-pihak terkait.
(SANDI andika)
Kaperwil Sumut
Tidak ada komentar