Anggaran Miliaran Rupiah di Desa Hilialooa Ulu Idanotae Banyak Tak Terealisasi, Warga Pertanyakan Transparansi.

waktu baca 3 menit
Rabu, 8 Okt 2025 08:48 468 Admin Pusat

kpktipikor.id -Hilialooa, Ulu Idanotae – Sejumlah program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Desa Hilialooa, Kecamatan Ulu Idanotae, Kabupaten Nias Selatan, yang didanai dengan anggaran mencapai miliaran rupiah selama periode 2020 hingga 2023, kini menuai sorotan tajam. Warga menyuarakan kekecewaan atas minimnya realisasi program dan menuntut transparansi dari pemerintah desa.
Berdasarkan penelusuran dan pantauan langsung di lapangan, sejumlah anggaran besar yang dialokasikan setiap tahun justru tidak diimplementasikan secara maksimal. Banyak program yang hanya tercantum dalam dokumen anggaran tanpa bukti nyata di lapangan.
Tahun 2020: Proyek Jalan Gagal, Dana Bencana Tak Digunakan
Tahun 2020, Pemerintah Desa Hilialooa menganggarkan Rp 50 juta untuk rehabilitasi dan peningkatan jalan desa, serta Rp 28 juta untuk penanggulangan bencana. Namun, hingga akhir tahun, tidak ada kegiatan berarti yang terlihat.
Warga mengeluhkan kondisi jalan yang rusak parah, terutama saat musim hujan. Akses antar dusun menjadi sulit, bahkan nyaris terputus. Dana penanggulangan bencana pun tidak digunakan, padahal desa ini tergolong rawan longsor dan banjir kecil setiap musim penghujan.
Tahun 2021: BLT Disalurkan, Program Pemberdayaan Ibu-Ibu Terabaikan
Selama masa pandemi COVID-19, Pemerintah Desa mencairkan Rp 31,5 juta untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Rp 50,45 juta untuk penanggulangan COVID-19. Meski dana tersebut diklaim telah digunakan, program penting lainnya seperti pembinaan PKK senilai Rp 21,5 juta tidak terlaksana.
“Di saat pandemi, kegiatan ibu-ibu seharusnya diperkuat, tapi sayangnya program PKK tidak berjalan sama sekali,” ujar seorang kader perempuan desa.
Tahun 2022: Anggaran Konsumtif Meningkat, Program Produktif Gagal
Penggunaan anggaran 2022 menimbulkan keprihatinan. Beberapa pengeluaran konsumtif terpantau cukup mencolok, seperti:
Perjalanan dinas: 100 kali, Rp 15 juta
Sewa penginapan: 48 kali, Rp 12 juta
Konsumsi nasi bungkus (“mami”): Rp 30 juta
Pengadaan 1.000 botol air mineral (Aqua): Rp 5 juta – tidak terlaksana
Belanja laptop dan speaker desa: Rp 22,5 juta
Di sisi lain, program penanaman jagung untuk mendukung ketahanan pangan lokal yang dianggarkan Rp 16,6 juta justru tidak dilaksanakan sama sekali.
“Dana besar habis untuk konsumsi dan perjalanan, tapi petani dibiarkan tanpa dukungan,” ucap salah satu warga yang ditemui di ladangnya.
Tahun 2023: Proyek Fisik Diragukan, Program Sosial Terhenti
Tahun 2023, Pemerintah Desa menganggarkan Rp 183,89 juta untuk pembangunan Dukarpak (Diduga rumah atau fasilitas publik desa). Namun, pelaksanaannya dinilai tidak sesuai rencana dan kualitasnya dipertanyakan warga.
Selain itu, sejumlah program sosial juga tidak terlaksana:
Kelas ibu hamil/lansia & insentif kader posyandu: Rp 16 juta
Pembinaan PKK: Rp 14,97 juta
Pembinaan lembaga adat: Rp 2,7 juta
Pelatihan teknologi tepat guna: tidak berjalan
“Program-program itu hanya tertulis di kertas, tapi kami tak pernah merasakannya,” kata warga lainnya.
Warga Desak Audit Menyeluruh
Melihat banyaknya anggaran yang tidak direalisasikan, warga mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk turun tangan. Tiga tuntutan utama disampaikan:
Inspektorat Daerah segera melakukan audit menyeluruh terhadap keuangan Desa Hilialooa.
Pemerintah Desa membuka laporan realisasi anggaran secara transparan kepada masyarakat.
Penegak hukum menyelidiki dugaan penyimpangan atau penyalahgunaan dana desa.
Kepala Desa Diduga Menghindar
Saat tim media mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kepala Desa terkait temuan ini, yang bersangkutan awalnya menyampaikan akan menemui tim di lokasi. Namun, ketika tim tiba di desa, sang kades justru tidak berada di tempat dan diduga sengaja menghindari pertemuan.
Penutup: Kepercayaan Publik di Titik Nadir
Selama empat tahun terakhir, Desa Hilialooa telah mengelola dana ratusan juta hingga miliaran rupiah. Namun, buruknya realisasi program dan tidak adanya transparansi membuat warga kecewa dan kehilangan kepercayaan.
“Kami hanya ingin pembangunan yang benar, bukan janji di atas kertas,” tegas seorang tokoh masyarakat.
Kini, warga berharap pemerintah kabupaten dan lembaga terkait segera mengambil langkah konkret agar keadilan dan kesejahteraan benar-benar hadir di desa mereka.
MD)Tim

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA