GARUT ,ll kpktipikor.id -pendidikan di Kabupaten Garut kembali diguncang oleh dugaan praktik curang yang mencoreng nilai-nilai integritas dan kejujuran. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada SMP IT Ashabul Kahfi yang berlokasi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Bungbulang, dengan dugaan mark up data siswa demi mendapatkan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dalam jumlah besar.
Berdasarkan penelusuran tim investigasi media, sekolah swasta berbasis Islam ini diketahui menerima Dana BOS Tahap 1 Tahun Anggaran 2024 sebesar Rp73.700.000. Jumlah tersebut mengacu pada data siswa yang tercantum di Dapodik sebanyak 134 siswa.
Namun, realitas di lapangan sungguh mencengangkan. Hasil verifikasi langsung menunjukkan bahwa jumlah siswa aktif hanya sekitar 77 orang, dan dari jumlah itu pun hanya 42 siswa yang benar-benar mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar secara rutin.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar: ke mana sisa siswa lainnya? Dan yang lebih mengkhawatirkan, apakah data tersebut dimanipulasi demi melipatgandakan pencairan dana BOS?
Saat dimintai klarifikasi, pihak sekolah tidak dapat memberikan penjelasan secara terbuka. Kepala Sekolah tidak bersedia ditemui dengan dalih sedang sibuk. Sementara itu, operator sekolah yang bernama Wandi Wiguna mencoba memberikan keterangan, namun justru menimbulkan kebingungan baru.
“Memang benar di sistem tercatat 134 siswa, tapi itu termasuk siswa dari unit filial,” ujar Wandi.
Ketika diminta menjelaskan lokasi unit filial tersebut, Wandi malah menyatakan tidak tahu dan menyarankan media untuk bertanya langsung kepada Ketua Yayasan.
“Kalau soal filial, saya tidak tahu pasti alamatnya. Itu hanya Ketua Yayasan yang tahu,” tambahnya singkat.
Pernyataan ini jelas mengindikasikan adanya ketidakterbukaan informasi publik serta kemungkinan besar penggelembungan data tanpa dasar yang jelas. Dana BOS, yang merupakan uang negara dari hasil pajak rakyat, seharusnya digunakan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran.
Dugaan praktik manipulasi data siswa ini, jika benar terbukti, berpotensi kuat melanggar hukum, terutama Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta melanggar prinsip tata kelola keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Lebih jauh, praktik mark up data seperti ini dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan data, dan dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana.
Masyarakat kini menunggu ketegasan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Inspektorat Daerah, serta aparat penegak hukum untuk melakukan audit menyeluruh dan investigasi independen. Transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana BOS bukan sekadar harapan, tapi kewajiban mutlak untuk menjaga kehormatan dunia pendidikan dan mencegah terjadinya kebocoran keuangan negara.
Red, Gie( kabiro garut)
Tidak ada komentar