SAUMLAKI, kpktipikor.id – Kasus pemukulan terhadap Yeni Junita Ulmasembun (37) di ruang Intel Kodim 1507 Saumlaki kembali menyeret institusi TNI ke sorotan publik. Peristiwa yang terjadi pada Sabtu (30/8/2025) ini mendapat reaksi keras dari keluarga korban, yang menilai markas militer justru berubah menjadi arena kekerasan.
Aktivis Pemuda Katolik Komcab Kepulauan Tanimbar, Anders Luturyali, yang juga keluarga korban, mengecam keras insiden tersebut. Ia menyebut proses mediasi yang difasilitasi Kodim 1507 Saumlaki terkait kasus pemukulan sebelumnya justru berakhir dengan kekerasan baru.
“Yang seharusnya menjadi ruang aman malah berubah menjadi tempat intimidasi. Kami sangat menyayangkan tindakan pemukulan yang terjadi di dalam markas Kodim,” tegas Anders kepada mahatva.id.
Mediasi di Kodim 1507 Saumlaki awalnya digelar untuk menyelesaikan kasus pemukulan oleh Sertu M. Samangun terhadap Sainly Titirloloby (22) beberapa hari sebelumnya. Namun, pertemuan itu justru ricuh.
Yeni Junita Ulmasembun diduga menjadi korban pemukulan saat berada di ruang Intel. Ia bahkan berteriak meminta pertolongan, lalu keluar ruangan sambil menyerukan: “Kenapa pukul Beta?”. Peristiwa itu disaksikan banyak orang, tetapi disebut tidak ada satu pun anggota Kodim yang menghentikan kejadian tersebut.
Tidak hanya Yeni, ibunda Sainly Titirloloby yang masih berada di ruang mediasi juga diduga mengalami pengeroyokan oleh keluarga Sertu Samangun, termasuk oleh mertua, ibu Persit, dan kerabat perempuan lainnya.
Insiden ini memicu kekecewaan mendalam. Menurut Anders, masyarakat sipil selama ini menaruh hormat kepada TNI, tetapi justru di markas Kodim terjadi kekerasan yang melibatkan keluarga anggota.
“Bukankah kita semua sepakat menolak kekerasan dalam bentuk apa pun? Kodim harusnya jadi simbol keamanan, bukan tempat intimidasi,” tegasnya.
Atas peristiwa ini, keluarga korban resmi melapor ke Polisi Militer (POM) Saumlaki. Selain itu, mereka berencana menyurati Komandan Kodim 1507 agar segera mengambil tindakan tegas terhadap para pihak yang terlibat.
“Kami merasa mediasi di ruang Intel Kodim seperti sudah diatur untuk mengintimidasi korban. Dandim harus turun tangan, agar peristiwa memalukan ini tidak merusak citra TNI di mata rakyat,” ungkap Anders.
Menutup keterangannya, Anders menekankan pentingnya mendidik tanpa kekerasan.
“Mendidik tanpa kekerasan adalah kunci membentuk generasi berkarakter, berintegritas, dan percaya diri. Kekerasan hanya meninggalkan luka dan merusak masa depan,” tutupnya.
Sebagai catatan, korban pertama pemukulan, Sainly Titirloloby (22), diketahui adalah mahasiswa tingkat akhir Universitas Binasarana Informatika (USBI) Jatiwaringin, Fakultas Teknik Informatika, yang saat ini sedang berlibur di Saumlaki.
Tidak ada komentar