ADAB-ADAB DALAM MEMBERIKAN NASIHAT

waktu baca 8 menit
Kamis, 23 Okt 2025 10:40 4 Admin Pusat

Islam adalah agama nasihat, dan setiap kita akan senantiasa menasihati dan dinasihati.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Tamim Ad-Dariy radhiyallahuʼanhu, Rasulullah ﷺ bersabda:Tapaktuan
23 Oktober 2025

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ قُلْتُ لِسُهَيْلٍ إِنَّ عَمْرًا حَدَّثَنَا عَنْ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِيكَ قَالَ وَرَجَوْتُ أَنْ يُسْقِطَ عَنِّي رَجُلًا قَالَ فَقَالَ سَمِعْتُهُ مِنْ الَّذِي سَمِعَهُ مِنْهُ أَبِي كَانَ صَدِيقًا لَهُ بِالشَّامِ ثُمَّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ و حَدَّثَنِي أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ وَهُوَ ابْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ سَمِعَهُ وَهُوَ يُحَدِّثُ أَبَا صَالِحٍ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abbad al-Makki telah menceritakan kepada kami Sufyan -dia berkata: saya berkata kepada Suhail- bahwa Amru menceritakan kepada kami dari al-Qa’qa’ dari bapakmu dia berkata: dan aku berharap agar satu perawi jatuh dariku, Amru berkata: “Lalu al Qa’qa’ berkata:
“Saya mendengarnya dari orang yang yang bapakku pernah mendengar darinya -dia adalah temannya di Syam-. Kemudian telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Suhail dari Atha’ bin Yazid dari Tamim ad-Dari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.”

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Suhail bin Abu Shalih dari Atha’ bin Yazid al-Laitsi dari Tamim ad-Dari dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan semisalnya, Dan telah menceritakan kepada kami Umayyah bin Bistham telah menceritakan kepada kami Yazid -yaitu Ibnu Zurai’- telah menceritakan kepada kami Rauh -yaitu Ibnu al-Qasim- telah menceritakan kepada kami Suhail dari Atha’ bin Yazid dia mendengarnya -saat ‘Atha menceritakan kepada Abu Shalih- dari Tamim ad-Dari dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti hadits tersebut.”
(HR. Muslim 55)

Nasihat bagi Allah mencakup dua hal yaitu:

1. Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah.

2. Bersaksi bahwa Allah itu Esa dalam rububiyah, uluhiyyah, juga dalam nama dan sifat-Nya.

Nasihat bagi kitab Allah mencakup:

1. Membela Al-Qur’an dari yang menyelewengkan dan mengubah maknanya.

2. Membenarkan setiap yang dikabarkan tanpa ada keraguan.

3. Menjalankan setiap perintah dalam Al-Qur’an.

4. Menjauhi setiap larangan dalam Al-Qur’an.

5. Mengimani bahwa hukum yang ada adalah sebaik-baik hukum, tidak ada hukum yang sebaik Al-Qur’an.

6. Mengimani bahwa Al-Qur’an itu kalamullah (firman Allah) secara huruf dan makna, bukan makhluk.

Nasihat bagi Rasul-Nya mencakup:

1. Ittiba’ kepada beliau, mengikuti setiap tuntunan-Nya.

2. Mengimani bahwa beliau adalah utusan Allah, tidak mendustakannya, beliau adalah utusan yang jujur dan dibenarkan.

3. Menjalankan setiap perintah beliau.

4. Menjauhi setiap larangan beliau.

5. Membela syari’atnya.

6. Mengimani bahwa segala sesuatu yang datang dari beliau sama seperti yang datang dari Allah dalam hal mengamalkannya.

7. Membela Nabi ﷺ ketika hidup dan ketika beliau telah tiada, termasuk pula membela ajaran beliau.

Sedangkan makna nasihat kepada para pemimpin kaum Muslimin, yaitu nasihat kepada para penguasa mereka, maka ia menerima perintah mereka, mendengar dan taat kepada mereka dalam hal yang bukan maksiyat, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada al-Khaliq.

Tidak me-merangi mereka selama mereka belum kafir, berusaha untuk memperbaiki keadaan mereka, membersihkan kerusakan mereka, memerintahkan mereka kepada kebaikan, melarangnya dari kemunkaran serta mendo’akan mereka agar mendapatkan kebaikan.

Karena dalam kebaikan mereka berarti kebaikan bagi rakyat dan dalam kerusakan mereka berarti kerusakan bagi rakyat.

Dan makna nasihat kepada kaum Muslimin pada umumnya adalah dengan menolong mereka dalam hal kebaikan, melarang mereka berbuat keburukan, membimbing mereka kepada petunjuk, mencegah mereka dengan sekuat tenaga dari kesesatan, mencintai kebaikan untuk mereka sebagaimana ia mencintai untuk diri sendiri, dikarenakan mereka itu semua adalah hamba-hamba Allah.

Maka haruslah bagi seorang hamba untuk memandang mereka dengan kacamata yang satu, yaitu kacamata kebenaran. (Syarh Arbaʼin An-Nawawiyah, hal. 48)

Namun dalam memberikan nasihat tidak boleh serampangan dan sembarangan.

Ada adab-adab yang perlu diperhatikan ketika menyampaikan nasehat kepada orang lain.

Berikut ini beberapa adab dalam memberikan nasihat:

1. Didasari dengan niat yang ikhlas

Sebagaimana kita ketahui bahwa amalan kebaikan tidak diterima dan tidak dianggap sebagai amalan shalih kecuali jika dengan niat yang ikhlas.

Dari Umar bin Khathab radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّما الأعْمالُ بالنِّيَّةِ، وإنَّما لِامْرِئٍ ما نَوَى، فمَن كانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللَّهِ ورَسولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلى اللَّهِ ورَسولِهِ، ومَن هاجَرَ إلى دُنْيا يُصِيبُها أوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُها، فَهِجْرَتُهُ إلى ما هاجَرَ إلَيْهِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Orang yang hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka ia mendapatkan ganjaran sebagai amalan hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya. Orang yang hijrah untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita, maka hijrahnya sekedar yang untuk apa yang ia niatkan tersebut.” (HR. Bukhari 6953)

2. Dilakukan dengan cara yang benar

Cara menasihati pun harus benar sesuai tuntutan syariat Islam. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim 49)

Hadits ini menunjukkan bahwa ketika tidak memiliki kemampuan untuk mengingkari dengan tangan maka tidak boleh nekat tetap melakukan pengingkaran dengan tangan, walaupun niatnya baik. Namun berpindah kepada cara selanjutnya yaitu mengingkari dengan lisan. Ini mengisyaratkan wajibnya mengikuti tuntunan syariat dalam ingkarul mungkar dan juga dalam nasihat.

3. Menggunakan kata-kata yang baik

Perhatikan bagaimana Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah ﷻ berfirman:

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah.” (QS. Thaha: 44)

Padahal Fir’aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi jika yang dinasihati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?

4. Tabayyun (cross-check berita)

Hendaknya ketika memberikan nasihat kepada orang lain, tidak bertopang pada kabar yang tidak jelas dan simpang-siur. Karena kabar yang tidak jelas atau simpang siur, bukanlah ilmu dan bukanlah informasi sama sekali. Orang yang menyampaikannya disebut orang yang melakukan kebodohan. Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.” (QS. Al-Hujurat: 6)

Maka hendaknya cek dan ricek, klarifikasi dan konfirmasi, sebelum beranjak untuk memberikan nasihat. Itulah adab dalam memberikan nasehat yang harus kita lakukan.

5. Jangan suuzhon (buruk sangka)

Hendaknya nasihat yang diberikan kepada orang lain, bukan didasari oleh prasangka buruk. Allah ﷻ berfirman:

اِجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa.” (QS. Al-Hujuraat: 12

6. Jangan memaksa agar nasihat diterima

Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah berkata: “Jangan engkau menasehati orang dengan mempersyaratkan harus diterima nasehat tersebut darimu, jika engkau melakukan perbuatan berlebihan yang demikian, maka engkau adalah orang yang zhalim bukan orang yang menasehati. Engkau juga orang yang menuntut ketaatan bak seorang raja, bukan orang yang ingin menunaikan amanah kebenaran dan persaudaraan. Yang demikian juga bukanlah perlakuan orang berakal dan bukan perilaku kedermawanan, namun bagaikan perlakuan penguasa kepada rakyatnya atau majikan kepada budaknya.” (Al-Akhlaq was Siyar fi Mudawatin Nufus, 45)

Maka yang benar, sampaikan nasihat. Jika diterima, itu yang diharapkan. Jika tidak diterima maka tidak mengapa. Dan memberi nasihat adalah amalan shalih, ia akan diganjar pahala walaupun nasihat tidak diterima.

7. Tidak Menasihati di depan umum

Hendaknya memberi nasihat kepada orang lain tidak dihadapan orang banyak. Karena orang yang dinasihati akan tersinggung dan merasa dipermalukan di depan orang-orang. Sehingga tujuan dari nasihat akan menjadi jauh tercapai. Oleh karena itu, adab dalam memberikan nasihat ini harus kita amalkan agar tujuan dari nasihat bisa tercapai.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata: _“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri.

Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya.

Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti.”_ (Diwan Asy-Syafi’i hal. 56)

8. Jangan melakukan tahrisy (provokasi)

Jauhi tahrisy ketika berusaha memberikan nasihat. Ibnu Atsir rahimahullah berkata: “Tahrisy adalah memancing pertengkaran antara orang-orang satu sama lain.” (Jami’ Al Ushul, 2/754)

Dengan kata lain, tahrisy adalah provokasi, yaitu perbuatan langkah setan untuk memecah belah kaum Muslimin. Melakukan provokasi atau tahrisy ini termasuk namimah (adu domba), dan namimah merupakan dosa besar.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Namimah ada dua macam: terkadang berupa tahrisy (provokasi) antara orang-orang dan mencerai-beraikan hati kaum Mukminin. Maka ini hukumnya haram secara sepakat ulama.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/371, Asy Syamilah)

Maka dari itu, sampaikanlah nasihat dengan hikmah. Hikmah adalah sebuah ungkapan tentang bagaimana menyelesaikan setiap masalah dengan ilmu yang benar. Hikmah juga bisa berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu pada momentum yang tepat sehingga akan menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Apabila kebenaran disampaikan bukan pada tempatnya, yaitu tidak pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tidak tepat, maka akan mengakibatkan kerusakan.”

Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk melakukan kebaikan dan memberikan nasihat dengan cara yang hikmah.

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِيْ وَتَرْحَمَنِيْ

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya bisa mencintai orang miskin. Ampunilah (dosa-dosa) aku, rahmatilah aku.” (HR. Tirmidzi 3235; Ahmad 5:243, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Semoga bermanfaat dan silakan disebarkan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim 1893)

NARA SUMBER
🌐 https://muslim.or.id/52031-adab-adab-dalam-memberikan-nasehat.html
🌐 https://rumaysho.com/17481-hadits-arbain-07-agama-adalah-nasihat.html

EDITOR

@ WIRA TAPAKTUAN 1984 TIPIKOR

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA